KOMPAS.com - Di tengah upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memerangi kekerasan di dunia pendidikan, justru ada kasus guru pukul murid di Surabaya.
Peristiwa guru yang memukul muridnya ini pun jadi viral. Bahkan guru yang melakukan pemukulan kini ditetapkan menjadi tersangka.
Hal ini tentu sangat disayangkan banyak pihak. Pakar Pendidikan sekaligus Dosen Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Yuni Gayatri menjelaskan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik melalui jalur formal pendidikan dasar menengah.
Menurut Yuni, guru merupakan profesi yang terikat pada kode etik. Kode etik inilah yang menjadi pedoman dalam sikap dan perilaku guru dalam melaksanakan profesinya.
Pentingnya guru memahami perkembangan psikologi murid
Di dalamnya terdapat nilai moral, mana yang boleh dilakukan dan tidak. Hal tersebut merujuk pada Undang-undang Guru dan Dosen nomor 14 tahun 2015.
"Peran guru yang diharapkan dalam undang-undang tersebut, guru telah dibekali berbagai pengetahuan pedagogik diantaranya perkembangan psikologi siswa," kata Yuni seperti dikutip dari laman UM Surabaya, Kamis (3/2/2022).
Dia menjelaskan, anak-anak pendidikan dasar maupun menengah berada pada masa pertumbuhan. Sehingga memiliki perkembangan fisik dan psikologi yang cenderung kreatif, emosi tidak stabil, suka melakukan eksperimen, kecenderungan berfantasi dan banyak bicara.
"Guru yang kurang memahami psikologi perkembangan anak akan mendapat banyak masalah dengan siswa yang dapat berujung pada emosi hingga kekerasan," terang Yuni.
Menurutnya, peristiwa guru pukul murid di Surabaya tentu telah melanggar undang-undang. Pasalnya negara Indonesia sudah secara tegas memberikan perlindungan anak-anak dari kekerasan yang dilakukan pendidik.
Berdampak pada psikologi para murid
Dosen sekaligus Kaprodi Pendidikan Biologi ini menambahkan, peristiwa ini tidak hanya berdampak pada fisik dan psikologi siswa yang dipukul. Namun juga diperkirakan berdampak pada psikologi siswa lain.
"Ketika kekerasan dipertontonkan di hadapan siswa, dia akan berpikir bahwa model penyelesaian masalah dapat diselesaikan dengan kekerasan. Apa yang diamati seseorang kemudian akan diproses dalam kognitifnya. Selanjutnya anak akan mencoba memproduksi dengan meniru apa yang dilakukan," beber Yuni.
Yuni menambahkan, peran guru sebagai pembimbing dan pengarah siswa akan sangat berarti bagi siswa di sekolah. Ketika siswa melakukan kesalahan guru bisa menggunakan cara lain yang lebih bijaksana dan sesuai dengan norma-norma pendidikan bangsa.
Dalam dunia pendidikan, lanjut Yuni, tugas guru tidak hanya sekadar transfer knowledge. Tetapi juga transformasi value khususnya nilai-nilai budi pekerti.
Hal ini bisa terjadi jika terjadi interaksi yang baik antara guru dan siswa. Artinya guru tidak hanya menjadi orang yang didengar tetapi juga harus menjadi pendengar yang baik.
Yuni menegaskan pentingnya meredesain pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak didik sesuai zamannya. Hal ini bertujuan agar komunikasi siswa dan guru berjalan dengan baik. Sehingga tersampaikan pesan-pesan kebaikan nilai moral, budi pekerti maupun psikomotorik.
"Slogan Ki Hajar Dewantara Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani telah mengingatkan peran kita sebagai guru dan orangtua. Di depan anak, guru, orangtua menjadi teladan, di tengah mendampingi dengan cara menjadi teman komunikasi yang baik dan di belakang mendorong anak-anak menjadi pemberi semangat," pungkasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/02/03/071000671/pakar-um-surabaya--guru-lakukan-kekerasan-bisa-ganggu-psikologi-siswa