Oleh Dr Lambok DR Tampubolon
Dosen Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Krida Wacana
DALAM kurun waktu 5 tahun terakhir, kita dihebohkan dengan istilah “Revolusi Industri 4.0”. Bahkan, pembahasan tentang revolusi industri 4.0 tidak hanya terjadi di kalangan pendidikan dan industri.
Kalangan masyarakat yang lebih luas pun kerap mendengar dan menggunakan istilah tersebut. Gaungnya semakin heboh lewat pemberitaan media massa yang cukup masif menginformasikan bahwa perubahan besar dan drastis sedang terjadi. Istilah kerennya, disrupsi besar di segala bidang.
Revolusi industri 4.0 digambarkan bahwa semua pekerjaan akan digantikan oleh robot atau mesin yang memiliki sistem artificial intelligence (AI). Kini, beberapa pekerjaan manusia memang sudah digantikan oleh komputer dan mesin. Misalnya, buruh pabrik, teller, dan pekerjaan yang berhubungan dengan akuntansi.
Ada laporan yang membuat gelisah. Penelitian Frey dan Osborne yang dikutip Nagarajah (2016) menyebut bahwa akuntan dan auditor profesional berpeluang kehilangan pekerjaannya hingga 94 persen karena keberadaan komputerisasi keuangan dengan teknologi AI.
Meskipun data itu masih berupa prediksi, pemberitaan membuatnya tampak jadi nyata. Masyarakat yang hanya mendapatkan informasi sepotong-sepotong mengira bahwa profesi akuntan tidak lagi punya masa depan.
Dampaknya sampai menjadi stigma. Kelak, jangan sampai anak ataupun keluarga yang ingin melanjutkan pendidikan pada tingkat universitas memilih jurusan akuntansi.
Pada tingkat menengah dan perguruan tinggi, stigma itu menyebabkan angka siswa yang memilih jurusan akuntansi mengalami penurunan. Jika stigma tersebut terus berkembang, bidang akuntansi di Indonesia akan mengalami defisit yang serius.
Namun, benarkah profesi akuntan benar-benar akan tergantikan? Adakah yang salah dalam persepsi masyarakat tentang profesi akuntan di era industri 4.0?
Revolusi industri 4.0 dan dampaknya
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Indonesia masih kekurangan akuntan profesional sampai saat ini. Ketersediaan akuntan di Indonesia masih berkisar pada angka 16.000. Sementara itu, kebutuhan akan profesi ini ada pada angka 452.000.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan profesi akuntan masih sangat tinggi. Jika kondisi kekurangan akuntan tidak dapat dipenuhi oleh sumber daya manusia (SDM) dari Indonesia, bukan tak mungkin para akuntan dari luar negeri akan mengisinya.
Memang ada persoalan yang mendasar dari para akuntan pada masa industri 4.0. Seperti kebanyakan profesi, muncul ketakutan dalam beradaptasi atau keluar dari zona aman pada diri akuntan.
Padahal, kita tahu bahwa kemunculan industri 4.0 juga memberikan manfaat pada perkembangan industri dan masyarakat. Sebagai dosen, saya menilai bahwa esensi dari revolusi industri 4.0 adalah perubahan secara cepat dan mendasar dalam aplikasi teknologi mesin terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.
Revolusi industri 1.0 pada 1750–1850, contohnya, telah membuat perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi.
Perubahan tersebut ikut memengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia.
Jika kita melihat perkembangan revolusi industri yang dimulai dari revolusi industri 1.0, 2.0, 3.0, dan sekarang 4.0, bisa dikatakan bahwa esensi perkembangan industri ada pada penggunaan padat modal dan padat karya yang kemudian berubah menjadi padat teknologi.
Artinya, penggunaan tenaga manusia beralih pada penggunaan mesin. Dalam revolusi industri 4.0, hal ini ditandai dengan cyber physical system.
Ciri-cirinya adalah kegiatan manufaktur yang terintegrasi melalui penggunaan teknologi wireless dan big data secara masif serta digerakkan secara efisien oleh AI. Kemudian, kegiatan diintegrasikan melalui peralatan cerdas yang memanfaatkan teknologi internet of things (IoT).
Kehadiran revolusi industri 4.0 bagi manusia memberikan manfaat yang cukup signifikan. Salah satunya, barang kebutuhan manusia semakin mudah didapatkan dengan cepat dan terjangkau karena teknologi yang digunakan semakin baik.
Lalu, bagaimana sebaiknya para akuntan menjawab perubahan ini?
Selama ini, profesi akuntan diidentikkan sebagai pegawai yang mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan. Dalam beberapa tahun belakangan, pekerjaan semacam ini sebenarnya sudah mulai hilang atau digantikan.
Hal itu terjadi sejak transaksi barang menggunakan mesin scan barcode mulai diterapkan. Pencatatan transaksi itu akan langsung terintegrasi ke dalam sebuah sistem yang secara otomatis akan menampilkan laporan keuangan.
Adapun campur tangan mesin di dalam transaksi akan membuat pekerjaan semakin efektif dan efisien.
Namun, sesuai dengan catatan US News & World Report, profesi akuntan tidak akan hilang dan masih sangat dibutuhkan. Bahkan, akuntan berada dalam urutan ke-13 dalam daftar pekerjaan bidang bisnis terbaik pada 2021.
Menurut Accounting Today, akuntan akan mampu memainkan peran yang lebih strategis, meskipun beberapa fungsinya akan digantikan oleh mesin. Peran akuntan akan meluas. Misalnya, sebagai konsultan bisnis dan mitra strategis yang tidak hanya bertanggung jawab sebagai ahli keuangan.
Masalah klien akan ditangani oleh akuntan dengan keterampilan yang lebih maju. Hal tersebut menuntut profesi akuntan untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada.
Akuntan tidak boleh lagi hanya mengandalkan kemampuan dalam berhitung dan menyusun laporan keuangan. Namun, juga harus mampu menggunakan teknologi AI dan mengintegrasikannya ke dalam proses keuangan yang efisien, serta menghasilkan informasi yang strategis.
Kekuatan AI membuat penyusunan laporan keuangan jadi lebih efisien. Alhasil, para akuntan pun dapat memfokuskan dirinya pada pekerjaan strategis, seperti interpretasi informasi dengan memanfaatkan fasilitas big data dan teknologi cloud-processing.
Pada bagian tersebut, akuntan memerlukan keterampilan baru. Profesi ini dituntut menguasai soft skill, memiliki kemampuan berpikir kritis dan sistematis, serta mempunyai pemahaman bisnis yang mampu mengubah lautan data menjadi usulan yang tajam bagi kemajuan perusahaan.
Dalam perspektif pengelolaan perusahaan, profesi akuntan akan dibutuhkan sebagai penasihat yang memberikan penilaian serta pertimbangan kepada pimpinan tentang kondisi keuangan yang sedang dihadapi. Akuntan di era industri 4.0 bertugas menyediakan pemahaman intuitif yang akurat dan mendalam terhadap data.
Mereka harus menemukan dan menyelesaikan pertanyaan atas data, mengerjakan analisis statistik, memeriksa kualitas sebuah data dan menginterpretasikan hasil pengolahan data. Pekerjaan akuntan juga akan meluas terhadap aspek laporan nonfinansial serta keamanan data sistem komputer dan informasi. Akuntan harus mampu beradaptasi dengan teknologi dalam melakukan pekerjaan.
Katherine Christ dan Roger Leonard Burrit dalam Majalah Akuntansi dan Bisnis Edisi Internasional Desember 2016 menyampaikan empat langkah yang perlu dilakukan dunia pendidikan bagi para akuntan dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Berikut rangkumannya.
1. Kesadaran bahwa revolusi industri 4.0 menghadirkan peluang baru
Bersikaplah positif terhadap perubahan yang terjadi. Dengan begitu, kamu tidak lagi memandang perubahan sebagai ancaman, tetapi peluang. Pasalnya, revolusi industri 4.0 boleh jadi akan menumbuhkan peluang-peluang bisnis yang belum ada sebelumnya.
2. Pengembangan kurikulum yang relevan
Praktisi pendidikan diharapkan dapat menyusun kurikulum yang relevan dengan perkembangan kebutuhan digital. Dengan demikian, institusi pendidikan dapat mempersiapkan SDM yang kompeten di bidang akuntansi.
Penyesuaian kurikulum tersebut, misalnya, pelatihan coding, pengelolaan informasi antara beberapa program dan platform yang berbeda atau penerapan real-time accounting.
3. Pengembangan SDM
Para akuntan perlu diberikan informasi dan edukasi agar mereka siap menghadapi perubahan yang akan terjadi. Oleh karena itu, dunia pendidikan perlu melakukan diskusi dengan para akuntan secara berkala. Setelah itu, lakukan pula evaluasi terhadap tingkat kemampuan profesi akuntan di masa mendatang.
4. Penerapan standar yang tinggi (reaching out).
Akuntan harus mampu memiliki kendali maksimal atas data yang dihasilkan. Data atau informasi fisik tersebut biasanya diperoleh di bawah tanggung jawab engineer. Artinya, hubungan kerja antara akuntan dan engineer harus berjalan dengan harmonis agar data serta informasi akuntansi terjaga dengan baik.
Kesimpulannya, profesi akuntan di era industri 4.0 tidak akan berakhir. Namun, seorang akuntan harus mau dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada. Jadi, jangan takut menjadi akuntan dan jangan ragu mengirimkan anak-anak Anda belajar akuntansi.
Masa depan yang cerah masih menanti profesi akuntan di Indonesia dan dunia. Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan kutipan bijak dari Alan Wilson Watts.
“Satu-satunya cara untuk memahami perubahan adalah dengan dengan terjun ke dalamnya, bergerak dengannya, dan bergabung dengan tariannya”.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/02/04/103500871/profesi-akuntan-di-era-revolusi-industri-4.0-akankah-menghilang-