KOMPAS.com - Kemerdekaan Indonesia diraih dengan tidak mudah. Sebelum diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, butuh proses, waktu, dan adanya peristiwa besar.
Yakni diawali oleh upaya Sekutu menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima Jepang pada 6 Agustus 1945 serta Kota Nagasaki 3 hari kemudian. Akhirnya Kaisar Hirohito menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.
Bagi siswa sekolah yang sedang belajar proklamasi kemerdekaan Indonesia, apakah sudah paham peristiwa yang terjadi sebelum proklamasi kemerdekaan RI?
Melansir laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, sebelum bangsa Indonesia merdeka, ada peristiwa perumusan naskah proklamasi.
Soekarno Hatta menolak
Usai mendengar kabar Jepang menyerah kepada sekutu pada 15 Agustus 1945 dari siaran Radio BBC milik Inggris, golongan muda Indonesia kemudian mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memanfaatkan situasi dengan menyatakan proklamasi kemerdekaan.
Tetapi, Soekarno dan Hatta menolak karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang.
Golongan tua berpendapat agar menunggu sampai 24 Agustus, yakni tanggal yang ditetapkan Marsekal Terauchi untuk waktu kemerdekaan Indonesia.
Pada 15 Agustus 1945, para pemuda dibawah pimpinan Sukarni, Chairul Saleh, Wikana bersepakat untuk mengamankan dwitunggal bersama Ibu Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok, dengan harapan agar mereka menuruti keinginan para pemuda.
Namun, sepanjang hari pada 16 Agustus 1945 itu, tidak tercapai kesepakatan apapun hingga sorenya, Ahmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal.
Akhirnya mereka bersedia dengan jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari.
Malam itu juga, rombongan berangkat ke Jakarta menuju rumah Laksamana Maeda di Meiji Dori No. 1 untuk membahas masalah tersebut. Setibanya disana, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi.
Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindaklanjut yang akan dilakukan.
Namun, setibanya di Markas Gunseikan di kawasan Gambir, mereka bertiga mendapat jawaban yang mengecewakan karena Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan. Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.
Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya. Anggota PPKI yang menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda.
Naskah proklamasi kemerdekaan disusun
Sedangkan pada 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi disusun oleh Soekarno, Hatta dan Soebardjo di ruang makan Maeda. Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat 2 jam kemudian.
Naskah kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Tanpa waktu lama, Sayuti Melik didampingi BM Diah lalu mengetik naskah proklamasi. Setelah itu, naskah diserahkan kembali kepada Soekarno untuk ditandatangani.
Akhirnya, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, di halaman rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, naskah proklamasi dibacakan dalam suasana khidmat. Prosesi yang sebenarnya tanpa protokol nyatanya tidak menghalangi gelora euforia rakyat dalam merayakan dan menyebarluaskan berita luar biasa ini.
Sedangkan peran para pewarta sangat penting dalam peristiwa ini, antara lain:
1. Frans dan Alex Mendoer dari IPPHOS yang mengabadikan momen pembacaan proklamasi
2. BM Diah dan Jusuf Ronodipuro yang membantu penyebaran berita proklamasi lewat berbagai cara, seperti radio, surat kabar, telegram, serta melalui lisan.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/02/07/112951871/siswa-seperti-ini-peristiwa-perumusan-naskah-proklamasi-kemerdekaan