KOMPAS.com - Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia merupakan salah satu negara dengan wilayah laut terluas dan memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan melalui hydropower.
Menurut Energy Information Administration (EIA), hydropower merupakan metode penghasil listrik dari energi kinetik air dari bendungan, aliran sungai, atau arus laut.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi sumber energi dari air laut dapat menghasilkan panas dan dikonversi menjadi daya listrik sebesar 240.000 mega watt (MW).
Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi gelombang air laut sebesar 70 kilo watt/meter (kW/m). Wilayah laut Indonesia juga memiliki potensi tenaga angin dengan kecepatan rata-rata 3,4 sampai 4,5 meter/detik dan masuk kategori menengah.
Meskipun begitu, pengembangan energi baru di lepas pantai masih terkendala dengan studi kelayakan di wilayah laut dan biaya pengembangan yang tinggi.
Melihat potensi besar yang dimiliki Indonesia pada sektor tenaga dari air laut, tiga mahasiswa Universitas Pertamina program studi Teknik Sipil angkatan 2018 yaitu Givson Gabriel, Affifah Mawarni, dan Rizki Saad, merancang inovasi menggabungkan energi gelombang air laut dan tenaga angin.
Inovasi duet energi baru terbarukan ini mereka namakan Nawasena Taruna Energy as a Company to Optimize the Renewable Energy Resources by the Double Energy One Structure (DE-OS) Innovation. Inovasi mereka berfokus kepada efisiensi pembangunan turbin yang terintegrasi.
“Selama ini pembangunan turbin arus laut dan turbin untuk tenaga angin offshore dilakukan terpisah. Kami mengembangkan inovasi double energy one melalui struktur pembangunan kedua turbin yang terintegrasi menjadi satu,” ungkap Givson Gabriel mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pertamina dalam wawancara daring, Senin (31/1).
Pengembangan inovasi ini dilakukan dengan studi menggunakan wilayah Laut Bali yang merupakan salah satu wilayah dengan potensi energi angin dan arus laut yang tinggi di Indonesia.
Menurut Givson, secara ekonomi DE-OS menghasilkan listrik dengan biaya lebih murah dibandingkan metode konvensional. Listrik hasil inovasi mereka, dijual seharga US$7 atau sekitar Rp 1.000,23 per jam.
Dengan penjualan ke 11.137 rumah di pesisir pantai, maka biaya yang dibutuhkan untuk setahun adalah 98 miliar rupiah. Sebelumnya tarif untuk menghasilkan listrik sebanyak itu adalah sebesar Rp 127 miliar.
Data yang dikumpulkan pada rentang waktu 2015-2017 dengan pengolahan data hindcasting didapatkan kecepatan angin rata-rata 5,077 meter/detik dan kecepatan arus laut (kedalaman 3 meter di bawah muka air laut rata-rata) adalah 0,273 meter/detik.
Kecepatan angin yang dikonversi menjadi satuan daya listik, dikalkulasi menghasilkan 5.995 MW. Sedangkan dari arus air laut diperkirakan memproduksi 0.526 MW.
Sehingga inovasi DE-OS dapat menghasilkan total daya listrik 6.521 MW per 1,5 tahunnya.
Dalam merancang inovasi ini, ketiga mahasiswa tersebut dibantu oleh empat dosen lintas program studi yaitu Gilang Muhammad Gemilang, Ph.D dosen Teknik Sipil yang membantu dalam aspek konstruksi, Teuku Muhammad Rasyif, Ph.D yang membantu dari segi implikasi yang terjadi dari inovasi ini, serta dua dosen dari program studi manajemen yaitu Evi Sofia, S.E., MBA dan Fadli Hanafi, S.E., M.M yang membantu dalam aspek finance.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/02/10/135354071/inovasi-mahasiswa-up-hasilkan-listrik-dengan-biaya-lebih-murah