KOMPAS.com - Meningkatnya jumlah populasi manusia juga diikuti dengan meningkatnya pemenuhan pangan.
Pemenuhan pangan sendiri dapat memicu intensifikasi pertanian dengan pemberian pupuk kimia dan pestisida yang tinggi, hingga penanaman varietas tanaman yang rakus hara. Jika ini terjadi terus menerus, kualitas tanah pertanian akan mengalami penurunan.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad), Betty Natalie Fitriatin menjelaskan, pemupukan kimiawi dalam jangka waktu panjang akan menghilangkan kandungan bahan organik sehingga menurunkan aktivitas organisme dalam tanah. Kondisi ini mengakibatkan tanah menjadi “sakit”.
“Kita perlu satu solusi dengan mengambil peran pupuk ramah lingkungan,” ungkap Prof. Betty pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Pupuk Ramah Lingkungan untuk Tanah dan Pangan yang Sehat”, seperti dilansir dari laman Unpad.
Upaya menghasilkan pangan yang sehat
Sebaliknya, Prof. Betty menerangkan, ada banyak manfaat dari penggunaan pupuk ramah lingkungan. Hal ini telah banyak diteliti oleh ilmuwan.
Beberapa di antaranya meningkatkan hasil pertanian, meningkatkan status hara tanah, hingga peningkatan kualitas hasil tanaman.
Tanaman hasil pemupukan organik memiliki kualitas dan kandungan nutrisi yang baik.
Jika tanaman ini dijadikan pakan ternak akan menghasilkan produk peternakan yang memiliki kualitas baik dan memiliki kandungan nutrisi yang optimal.
Prof. Betty memaparkan bahwa lahan pertanian Indonesia diperkirakan banyak mengalami suboptimal kualitas (mempunyai kesuburan yang rendah dan tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optima).
Data Badan Pangan Dunia (FAO) PBB menunjukkan, angka penggunaan pupuk NPK di Indonesia terus meningkat sejak 2002.
Bahkan, Indonesia masuk dalam 20 besar negara pengimpor pupuk kimia di dunia.
Jika penggunaan pupuk anorganik terus meningkat tanpa terkendali, Prof. Betty mengungkap adanya risiko sejumlah masalah besar yang akan mengemuka.
Selain penurunan kualitas tanah, pencemaran lingkungan, hingga ancaman bagi kesehatan manusia dapat terjadi.
Untuk itu, penggunaan pupuk ramah lingkungan (organik/hayati) harus terus digalakkan.
Dikatakan ramah lingkungan karena pembuatan pupuk ini menggunakan sumber daya hayati dan tidak banyak menghasilkan efek samping terhadap tanah maupun lingkungannya.
“Dari pupuk ramah lingkungan inilah kita harapkan dapat meningkatkan kesehatan tanah dan akan diperoleh pangan yang sehat,” ujarnya.
Ragam pupuk ramah lingkungan
Kepala Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Faperta Unpad ini menjelaskan, ada beragam pupuk ramah lingkungan yang bisa dimanfaatkan.
Mulai dari pupuk organik seperti kompos, pupuk hijau, dan pupuk kandang, hingga pupuk dari bahan mikroba atau mikroorganisme lokal.
Faperta Unpad sendiri telah mengembangkan jenis pupuk ramah lingkungan dengan nama “Bion-Up”.
Jenis pupuk hayati ini mengandung konsorsium mikroba potensial berbentuk cair berisi mikroba pemfiksasi nitrogen (Azotobcter chroococcum, Azotobacter Vinelandii, Azospirillum dan Acinetobacter) serta bakteri pelarut fosfat Pseudomonas Cepacia dan Jamur pelarut Fosfat Penicillium sp.
Bion-Up yang telah dikembangkan sejak 2007 ini telah dipatenkan serta telah mendapat izin produk dan izin edar.
Saat ini, produk Bion-Up sudah bekerja sama dengan PT. Pupuk Kujang Indonesia untuk proses produksi pasar.
Diakui Prof. Betty, fakta di lapangan, penggunaan pupuk anorganik berlebih oleh para petani masih tinggi. Untuk itu, dorongan untuk penggunaan pupuk ramah lingkungan harus terus digalakkan.
“Karena manfaat dari pupuk hayati ini banyak, perlu pengembangan produksi pupuk hayati untuk pertanian yang berkelanjutan,” pungkasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/02/21/134535371/unpad-produksi-pupuk-ramah-lingkungan-lebih-sehat-minim-efek-samping