KOMPAS.com - Kelangkaan minyak goreng masih dirasakan oleh sebagian masyarakat di Indonesia, hingga membeli.
Beberapa ahli dibidang ekonomi turut mengamati persoalan kelangkaan minyak goreng yang dirasakan secara masif sejak awal Februari lalu.
Pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo menyebut, kelangkaan minyak goreng di pasaran tidak terlepas dari mekanisme penawaran dan permintaan atau supply and demand.
Rossanto mengatakan, minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia, minyak goreng memiliki kontribusi yang cukup besar bagi masyarakat.
Hal tersebut karena minyak goreng merupakan salah satu barang yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya. "Bobot terhadap inflasinya juga cukup tinggi,” kata Rossanto.
Berdasarkan pengamatannya, kelangkaan minyak goreng disebabkan karena ada kenaikan dari sisi permintaan (demand) dan penurunan dari sisi penawaran (supply).
Beberapa faktor berikut menjadi penyebab penurunan supply, terutama saat produsen mengalami penurunan dalam memasarkan minyak goreng di dalam negeri.
1. Naiknya harga minyak nabati
Rossanto menjelaskan, CPO (Crude Palm Oil) merupakan salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak diminati oleh masyarakat dunia.
Saat ini harga CPO di pasar dunia sedang mengalami kenaikan harga dari semula $1.100 menjadi $1.340.
Akibat kenaikan CPO, produsen minyak goreng lebih memilih menjual minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri.
“Produsen akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar apabila menjual minyak goreng ke luar negeri,” jelasnya.
2. Pemerintah mencanangkan program B30
Faktor kedua adalah kewajiban pemerintah yang menerapkan program B30. Program B30 merupakan ketentuan pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar.
“Ada peralihan menuju ke produksi biodiesel,” terang dia.
Saat ini, lanjut Rossanto, konsumsi yang seharusnya digunakan untuk minyak goreng digunakan untuk produksi biodiesel.
Hal itu karena ada kewajiban untuk pengusaha CPO agar memenuhi market produksi biodiesel sebesar 30 persen.
3. Pandemi Covid-19 belum usai
Faktor ketiga penyebab kelangkaan minyak goreng lantaran kondisi pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
Dia menjelaskan, ada beberapa negara di belahan dunia sedang mengalami gelombang ketiga Covid-19.
Konsumen luar negeri yang selama ini menggunakan minyak nabati juga mulai beralih ke CPO. "Sehingga ada kenaikan permintaan di luar negeri terkait ekspor CPO,” terangnya.
4. Proses distribusi dan logistik
Rossanto menjelaskan produsen minyak goreng dalam negeri hanya ada di beberapa daerah tertentu. Sedangkan proses distribusi minyak goreng dilakukan ke berbagai daerah di Indonesia.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan harga ditingkat distributor sebab harga kontainer saat ini lebih mahal dari sebelumnya.
Sementara shipping atau perkapalan juga mengalami kenaikan harga. Dua hal itu dinilai menjadi faktor penyebab harga kebutuhan minyak goreng mengalami kenaikan.
Disiai lain Rossanto mengungkapkan, naiknya harga minyak goreng akan mendorong inflasi secara umum.
Dampak yang ditimbulkan dapat memengaruhi beberapa sektor, di antaranya sektor industri makanan, rumah tangga, dan semua produksi yang menggunakan bahan baku minyak goreng.
“Oleh karena itu dampaknya juga akan lebih terasa terhadap inflasi terutama dari segi IHK,” tutupnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/02/26/114849171/mengapa-minyak-goreng-semakin-mahal-pakar-unair-sebut-4-hal-ini