KOMPAS.com - Di dunia sastra Indonesia, ada banyak sastrawan perempuan yang memiliki andil besar dalam pembuatan karya sastra.
Bahkan, banyak karya sastra mereka yang diminati pembaca luar negeri. Tak ayal, para sastrawan ini bisa mendapat penghargaan di kancah internasional.
Namun, siapa saja para sastrawan ini? Berikut daftarnya dilansir dari laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek.
1. Ayu Utami
Ayu Utami, yang memiliki nama lengkap Justina Ayu Utami dikenal sebagai novelis pendobrak kemapanan. Ia dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ketika menjadi wartawan, ia banyak mendapat kesempatan menulis.
Selama 1991, ia aktif menulis kolom mingguan “Sketsa” di harian Berita Buana serta ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu. Novel pertama yang ditulisnya adalah Saman (1998).
Dari karyanya itu, Ayu menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap sebagai novel pembaharu dalam dunia sastra Indonesia.
Melalui novel itu pula, ia memenangi Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel “Bilangan Fu” yang ditulisnya juga mendapatkan Penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2008.
2. Dewi Lestari
Dee, sapaan akrab dari Dewi Lestari, merupakan sastrawan yang dilahirkan di Bandung, 20 Januari 1976. Ia anak ke- 4 dari 5 bersaudara dari pasangan Yohan Simangunsong dan Turlan br Siagian (alm).
Sebelum memulai karier menulis, Ia lebih dulu dikenal sebagai pencipta lagu dan penyanyi dari trio vokal “Rida, Sita, Dewi” pada Mei 1994.
Supernova adalah novelnya pertama yang direncanakan sebagai suatu novel serial dengan spirit penelusuran terhadap spiritualitas dan sains. Novel ini mampu mencapai 12.000 eksemplar dalam tempo 35 hari dan terjual sampai kurang lebih 75.000 eksemplar.
Supernova berhasil masuk nominasi Khatulistiwa Literary Award (KLA) yang digelar QB World Books (2001). Buku ini juga berhasil menembus pasar internasional dan diterjemahkan ke dalam bahasa inggris. Hingga saat ini Dee Lestari telah menulis lebih dari 10 judul buku.
3. Nh Dini
Nama Nh. Dini merupakan singkatan dari Nurhayati Srihardini. Nh. Dini dilahirkan pada tanggal 29 Februari 1936 di Semarang, Jawa Tengah. Ia adalah anak kelima (bungsu) dari empat bersaudara.
Bakat menulisnya tampak sejak berusia sembilan tahun. Pada usia itu ia telah menulis karangan yang berjudul “Merdeka dan Merah Putih”.
Tulisan itu dianggap membahayakan Belanda sehingga ayahnya harus berurusan dengan Belanda. Nh Dini telah melahirkan banyak karya puisi, novel, dan buku terjemahan.
Penghargaan yang telah diperolehnya adalah hadiah kedua untuk cerpennya “Di Pondok Salju” yang dimuat dalam majalah Sastra (1963), hadiah lomba cerpen majalah Femina (1980), dan hadiah kesatu dalam lomba mengarang cerita pendek dalam bahasa Prancis yang diselenggarakan oleh Le Monde dan Radio France Internasionale (1987).
Nh Dini juga menerima Penghargaan Sepanjang Masa atau Lifetime Achievement Award dalam malam pembukaan Ubud Writers and Readers Festival 2017.
4. Leila S. Chudori
Leila S. Chudori bukanlah nama yang asing dalam dunia sastra Indonesia. Sejak usia 11 tahun, saat masih duduk di kelas V SD, ia telah memublikasikan karyanya di majalah. Cerpen pertamanya yang berjudul “Pesan Sebatang Pohon Pisang” dimuat di majalah anak-anak Si Kuncung (1973).
Sejak itulah, ia memulai karier menulisnya dan melahirkan karya-karyanya. Setelah kuliah, ia mulai menulis cerpen-cerpen yang lebih serius dan dimuat di majalah sastra Horison, surat kabar Kompas Minggu, Sinar Harapan, serta majalah Zaman dan Matra.
Perempuan kelahiran 12 Desember 1962 ini adalah seorang wartawan. Ia berhasil menyabet penghargaan South East Asia Write Award pada tahun 2020 atas novelnya, Laut Bercerita. Hingga saat ini ia telah menerbitkan tujuh karya yang terdiri dari novel, kumpulan cerpen, dan lain-lain.
5. Djenar Maesa Ayu
Djenar Maesa Ayu atau yang akrab disapa Nai adalah salah penulis yang berbakat di Indonesia. Nai yang lahir di Jakarta tanggal 14 Januari 1973 berasal dari keluarga seniman.
Nai memulai menggeluti menulis dengan menemui sejumlah sastrawan seperti Budi Darma, Seno Gumira Ajidarma, dan Sutardji Calzoum Bachri. Salah satu ciri karyanya adalah temanya dunia perempuan dan seksualitas. Karya pertamanya adalah cerpen “Lintah” (2002) yang bertema feminisme dan dimuat di Kompas.
Buku pertama Nai berupa kumpulan cerpen yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! (2004). Buku ini telah dicetak ulang delapan kali dan masuk dalam sepuluh buku terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003 dan telah diterbitkan dalam bahasa Inggris.
Karya lainnya, berupa kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) juga mendapat penghargaan lima besar Khatulistiwa Literary Award 2004. Cerpen “Menyusu Ayah” menjadi Cerpen Terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan diterjemahkan oleh Richard Oh. ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Suckling Father” untuk dimuat dalam Jurnal Perempuan versi bahasa Inggris khusus edisi karya terbaik.
Itulah dia lima sastrawan perempuan yang berhasil menciptakan karya-karya luar biasa yang kini dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Sangat menginspirasi, bukan? Jadi, jangan ragu untuk berkarya dan menyuarakan pendapat melalui tulisan.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/03/08/192921471/5-sastrawan-perempuan-indonesia-yang-karyanya-mendunia