KOMPAS.com - Anak kedua dari seorang sopir bus malam, Olivia Nike Purnomo lulus dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan meraih predikat cumlaude.
Mahasiswa Prode Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Uny ini meraih IPK 3,82.
Anak dari pasangan Yoyok Purnomo dan Sri Yatmi (penjual bakmi dan nasi goreng) ini mengatakan, keluarganya memang masuk dalam golongan menengah ke bawah.
Namun dalam hal pendidikan, orangtuanya sangat memperhatikan.
"Saat duduk di bangku SD, orangtua saya kesulitan membayar SPP anak-anaknya, karena kebetulan kami bersekolah di sekolah swasta yang pada saat itu nominalnya terbilang mahal untuk kami," ucap Nike melansir laman UNY, Senin (14/3/2022).
Bahkan, dia pernah diminta kepada guru untuk tinggal kelas, karena belum mengambil rapor akibat belum membayar SPP dengan lunas.
Walaupun penuh rintangan, tapi bisa dilewatinya dan masuk SMP negeri dengan gratis.
Diterimanya Nike di SMP negeri cukup meringankan beban Yoyok Purnomo dan Sri Yatmi, yang saat itu harus membiayai kakaknya sekolah di SMA dan adik di SD.
Lingkungan pendidikan di SMP pun menyenangkan, sehingga hal itu membuat dirinya diterima di SMA Negeri di Kota Magelang.
"Selama sekolah di SMP, saya mendapat bantuan BOS, sehingga SPP gratis sampai lulus. Hal ini membuat bangga orangtuanya," jelas dia.
Semasa sekolah tidak pernah ikut les untuk bisa kuliah di UNY
Saat SMA, dia masuk jurusan IPA. Tetapi, kurang cocok, karena membutuhkan les di luar sekolah yang tidak memungkinkan bagi ekonomi keluarga.
"Akhirnya di kelas 2 saya memberanikan diri pindah ke IPS dan pilihan ini tidak salah, karena saya suka dengan pelajaran IPS terutama akuntansi," ucap dia.
Nilainya naik bahkan masuk rangking atas, sampai di kelas 3 mulai memasuki masa-masa ujian akhir.
Alumni SMAN 3 Magelang itu mengaku hingga kelas 3 tidak pernah ikut les/bimbel, tidak punya akses internet di rumah, dan tidak punya akun WhatsApp, sehingga selama sekolah hanya bisa mengandalkan buku pelajaran dan guru.
Keterbatasan itu pula yang membuatnya tidak memiliki pengetahuan tentang seleksi masuk perguruan tinggi.
Nike mengikuti SNMPTN, tapi gugur karena pindah jurusan.
Ikut SBMPTN juga gagal, karena ketidaktahuan materi tes yang tidak diajarkan di sekolah, sehingga hanya belajar materi SBMPTN dari 1 buku latihan yang dibelikan orangtuanya.
"Saya kecewa pada diri sendiri dan patah semangat tetapi orang tua saya tetap menginginkan saya kuliah dan meminta saya mendaftar di perguruan tinggi swasta, namun karena biayanya tinggi saya mendaftar dengan setengah hati," sebut dia.
Secara tidak sengaja, Nike mengetahui UNY masih membuka program seleksi mandiri dan memberanikan diri mendaftar dengan memilih pendidikan akuntansi sebagai pilihan pertama dan akuntansi sebagai pilihan kedua.
Nike memang menyukai akuntansi dan cita-citanya sedari kecil ingin menjadi guru yang memberi ilmu tanpa pilih kasih.
Nike hanya mengandalkan latihan soal dari buku SBMPTN yang lalu, karena tidak tega kalau minta dibelikan lagi.
Keberuntungan berpihak pada Nike, dia diterima di UNY pada pilihan 1 dan mendapatkan UKT rendah.
Kegembiraan diterima di perguruan tinggi favorit bertambah, setelah UNY mengundangnya untuk mendapatkan beasiswa bidikmisi. Uang beasiswa tersebut dapat membantunya menyewa kos di sekitar kampus.
Kuliah di UNY sambil membantu orangtua
Gadis kelahiran Magelang 5 September 1999 itu memaparkan, selama perkuliahan berusaha mengikuti mata kuliah sebaik mungkin, mengingat usaha orangtuanya sangat besar untuk bisa mengkuliahkannya.
"Tugas selalu saya kerjakan tepat waktu dan tidak pernah absen. Saya selalu berhemat saat di kos meskipun ayah saya tidak pernah terlambat memberi uang makan," jelas dia.
Namun ternyata pandemi Covid-19 melanda, sehingga ayahnya tidak bekerja dalam waktu yang lama.
Ibunya mulai berjualan nasi goreng, kue kering, dan nasi kotak untuk kebutuhan sehari-hari.
Sejak itu hingga sekarang, Nike dan adik semata wayangnya membantu ibu berjualan.
Saat pandemi Covid-19 berlangsung, sitem kuliah bisa online, sehingga bisa menghemat uang kos.
Pada awal 2021, Nike mulai mengajar les privat pada beberapa anak SD-SMP.
Akhirnya, dia mengerjakan tugas akhir skripsi dibarengi membantu ibunya berjualan dan di sela-sela mengajar les privat.
Nike mengajar di hari Senin-Jumat, sedangkan Sabtu-Minggu dikhususkan untuk mengerjakan skripsi secara kilat, karena laptop harus berbagi dengan adiknya yang juga kuliah online.
Nike tidak pernah menunda mengerjakan revisi dari dosen pembimbing dengan harapan skripsinya cepat selesai.
"Saya terkadang tidak tidur dan tidak makan saat mengerjakan skripsi/revisi. Hal tersebut saya lakukan, karena mungkin laptop akan digunakan adik saya untuk kuliah," jelas dia.
Seperti mahasiswa lainnya, terkadang Nike merasa malas mengerjakan revisi terlebih biasanya feedback dari dosen pembimbing berinterval 2-4 minggu.
Namun, dia sadar akan harapan orangtuanya supaya cepat lulus dan ikut membantu ekonomi keluarga.
Hingga akhirnya Januari 2022, Nike yudisium dan ikut wisuda di Februari.
Nike bersyukur diberi kesempatan, didukung oleh keluarga inti dan keluarga besar untuk tetap sekolah.
"Kedua orangtua saya yang hanya sopir bus dan penjual nasi goreng dapat mengantarkan anaknya bergelar sarjana (S1), hanya ini kebahagiaan yang bisa saya berikan untuk mereka.
Selama sekolah dan kuliah di UNY, dia menyadari disiplin itu penting, tetapi juga harus diimbangi sifat bijaksana, agar kalau ekspektasi tidak terwujud, maka bisa menerima dan tidak berlarut-larut dalam kecewa.
Bisa lanjutkan kuliah S2
Bibi Nike, Karyati menambahkan, sejak kecil Nike memang rajin dan mau membantu melakukan pekerjaan rumah.
Dosen jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY ini berharap agar Nike tetap menjadi anak yang rendah hati, berbakti pada orangtua dan sukses ke depannya.
"Saya bahkan berkeinginan agar keponakan saya itu dapat melanjutkan S2, tentu dengan beasiswa dari pemerintah juga," harap Karyati.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/03/14/111829271/kisah-anak-sopir-bus-malam-lulus-dari-uny-dengan-predikat-cumlaude