KOMPAS.com - Belakangan ini topik soal profesor gadungan jadi perbicangan hangat di tengah masyarakat.
Hal ini makin mencuat setelah adanya pemberitaan profesor gadungan yang ditujukan kepada salah satu rektor perguruan tinggi swasta di Jakarta berinisial MU.
Hal itu bermula ketika MU dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh salah satu direktur pascasarjana dari sebuah institut di Sumatra Utara pada tanggal 24 Januari 2022 silam. Pelapor menuding MU mendapatkan gelar profesor secara tidak sah.
MU yang kini berstatus sebagai terlapor disangkakan Pasal 263 KUHP Jo. Pasal 69 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Jo. Pasal 28 ayat (7) pada pasal 93 UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Saat ini MU juga sudah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada Senin (28/3/2022).
Tanggapan Ketua MRPTNI terkait profesor gadungan
Hal ini pun mendapat perhatian Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI).
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia yang juga Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Jamal Wiwoho pun buka suara soal ramainya pemberitaan tentang profesor gadungan.
Prof. Jamal mengatakan, sah atau tidaknya gelar profesor yang diterima MU harus dilihat dulu secara normatif. Artinya, penetapan profesor harus sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI yang berlaku.
"Jadi kita lihat case per case. Kalau saya ya harus lihat SK-nya dulu seperti apa? Kalau SK-nya dari Pak Menteri, saya yakin itu legal," terang Prof. Jamal seperti dikutip dari laman UNS, Rabu (30/3/2022).
Gelar profesor tidak diberikan secara asal-asalan
Prof. Jamal menekankan, gelar profesor yang diberikan oleh perguruan tinggi kepada seseorang tidak bisa dilakukan asal-asalan. Sebab, penetapan gelar profesor memiliki tahapan dan dasar hukum yang baku.
Ia menerangkan, gelar profesor bisa diberikan melalui dua cara. Yakni melalui jalur akademik Gelar profesor bisa diberikan kepada dosen dan bagi setiap orang dari kalangan nonakademik yang memiliki kompetensi luar biasa.
"Pertama adalah gelar profesor dalam konteks Permendikbud No. 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen di mana ia (calon profesor) mempunyai profesi sebagai dosen," beber Prof. Jamal.
Kedua yakni, pemberian gelar profesor kepada setiap orang dari kalangan nonakademik yang memiliki kompetensi luar biasa
Hal ini juga diatur dalam Peraturan Mendikbud Ristek No. 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi.
Perlu diketahui bahwa penyebutan profesor kehormatan sebenarnya merupakan hal yang baru di dunia pendidikan tinggi untuk menggantikan gelar Guru Besar Dosen Tidak Tetap.
Pemberian gelar profesor kehormatan secara sah diberlakukan setelah Mendikbud Ristek RI, Nadiem Makarim, menandatangani Peraturan Mendikbud Ristek No. 38 Tahun 2021 pada tanggal 9 Desember 2021 yang lalu.
Syarat pemberian gelar profesor
Prof. Jamal mengungkapkan, syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang agar layak menyandang gelar sebagai profesor.
Syarat pemberian gelar profesor melalui jalur akademik kepada dosen diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Permendikbud No. 92 Tahun 2014. Syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
1. Memiliki pengalaman kerja sebagai dosen tetap paling singkat sepuluh tahun.
2. Memiliki kualifikasi akademik doktor atau S3, paling singkat tiga tahun setelah memperoleh ijazah doktor atau S3, paling singkat dua tahun menduduki jabatan Lektor Kepala.
3. Memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi sebagai penulis pertama.
Aturan pemberian gelar profesor kehormatan
Sementara untuk pemberian gelar profesor kehormatan yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Mendikbud Ristek No. 38 Tahun 2021 mensyaratkan setiap orang yang memiliki kompetensi dan/atau prestasi luar biasa dapat diangkat oleh Menteri sebagai Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi atas usul pemimpin Perguruan Tinggi.
Perguruan Tinggi yang dapat mengangkat seseorang menjadi profesor kehormatan harus terakreditasi A atau unggul Program studi (Prodi) S3 yang mengajukan seseorang sebagai profesor kehormatan juga sudah terakreditasi A.
Terkait kasus yang menjerat MU, Prof. Jamal memilih untuk bersikap obyektif dan lebih memilih melihat syarat-syarat pemberian gelar profesor kepada MU sudah terpenuhi atau belum.
Termasuk menelusuri akreditasi perguruan tinggi dan Prodi S-3 yang memberikan gelar profesor kepada MU.
"Jadi case ini harus dilihat dulu dari institusi yang memberikan (gelar profesor)," pungkas Prof. Jamal.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/03/30/130951471/soal-tuduhan-profesor-gadungan-ini-penjelasan-ketua-majelis-rektor