Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pro Kontra Aksi Pawang Hujan Mbak Rara, Ini Penjelasan Budayawan UNS

KOMPAS.com - Perhelatan MotoGP di Pertamina Mandalika International Street Circuit, Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa waktu lalu menjadi perbincangan hangat masyarakat Indonesia.

Selain aksi para pembalap di sirkuit, ada banyak hal yang menarik perhatian masyarakat. Salah satunya aksi pawang hujan Rara Istiati Wulandari.

Foto dan video Rara saat berusaha "menghentikan" hujan yang mengguyur sirkuit Mandalika tidak hanya menarik perhatian masyarakat Indonesia, tapi juga dari seluruh dunia.

Setelah video mbak Rara viral, masyarakat ramai membicarakan hal itu dan terbelah menjadi dua kubu.

Di satu sisi, ada yang mencibir bahkan melontarkan kecaman mengapa Indonesia sebagai negara mayoritas penduduknya beragama Islam masih menggunakan jasa pawang hujan dan mengindahkan kaidah keilmuan.

Pawang hujan bagian dari kepercayaan

Namun ada juga netizen yang menganggap keberadaan Mbak Rara dalam perhelatan MotoGP di Mandalika sebagai bagian dari budaya. 

Terlepas dari bisa benar atau tidaknya memakai jasa pawang hujan, budayawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Andrik Purwasito memberikan pendapatnya.

Prof. Andrik mengatakan, itu merupakan bagian dari kepercayaan. Artinya, memang ada orang-orang tertentu yang mempercayai bahwa alam dan cuaca bisa dikendalikan dengan mengirimkan permohonan khusus kepada "yang berkuasa".

"Itu merupakan tradisi kita. Dulu di luar negeri juga ada yang namanya Shaman," kata Prof. Andrik seperti dikutip dari laman UNS, Senin (4/4/2022).

Menurut Prof. Andrik, penggunaan pawang hujan sebenarnya juga lazim di beberapa negara lain. Seperti Thailand maupun Jepang, yang beberapa kelompok masyarakat masih memegang teguh tradisi kuno.

Pawang hujan juga digunakan di sejumlah negara lain

Bahkan, jenama fesyen sekelas Louis Vuitton (LV), rumah mode kenamaan asal Prancis yang menjadi langganan para pesohor dunia pun pernah menyewa pawang hujan asal Brasil. Dengan tujuan agar peragaan busananya di Rio de Janeiro, Brasil dan Kyoto, Jepang bebas dari ancaman hujan.

Prof. Andrik menambahkan, penggunaan pawang hujan di Sirkuit Mandalika merupakan ikhtiar dari seorang manusia agar suatu kegiatan dapat berjalan dengan lancar.

Ia juga menyebut, pawang hujan adalah salah satu cara agar hujan bisa dihentikan, dialihkan, atau dipanggil selain keterlibatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), TNI, dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) yang telah melakukan modifikasi cuaca di NTB.

Kepercayaan tradisional soal "penguasa" alam

Prof. Andrik menjelaskan, dalam kepercayaan masyarakat Jawa pada zaman dahulu memang mengenal adanya "penguasa" yang bisa mengendalikan alam.

"Dengan melakukan ritual-ritual tertentu atau bisa dikatakan sebagai mengirimkan permohonan atau meminta restu, penguasa alam bisa menghentikan hujan, membasmi hama, dan membuat panen menjadi lancar," beber Prof. Andrik.

Prof. Andrik mengungkapkan, khusus untuk kepercayaan menghentikan atau mengalihkan hujan, hal ini bisa dilakukan dengan memakai sapu gerang, lombok, bawang merah, termasuk celana dalam.

Semasa kecil ia juga pernah diminta neneknya untuk tradisi mengusir hujan demi membantu masa panen keluarganya di Trenggalek.

"Pawang hujan yang spesialis menghentikan hujan bisa dilakukan di berbagai tingkat. Mulai dari dukun atau orang biasa. Profesi pawang hujan tergantung yang memesan saja," ungkap Prof. Andrik.

Ia menambahkan, berhasil atau tidaknya hujan dihentikan dengan menggunakan pawang hujan tidak bisa dipastikan seratus persen.

"Apakah ada yang beneran efektif atau dapat dipertanggungjawabkan, kan namanya juga ‘permohonan’ artinya tidak semua bisa dipenuhi," tutup Prof. Andrik.

https://edukasi.kompas.com/read/2022/04/04/154535671/pro-kontra-aksi-pawang-hujan-mbak-rara-ini-penjelasan-budayawan-uns

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke