Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

4 Jurus dari Pakar Ekonomi Unair Jaga Stabilitas Harga BBM

KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi sinyal akan adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan solar.

Hal itu karena dampak melonjaknya harga minyak mentah dunia yang kini selisih sekitar 60 persen dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, kenaikan sebagai langkah jangka menengah dan panjang apabila harga minyak dunia tak kunjung turun.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo menilai ada 4 langkah yang bisa dilakukan pemerintah guna menekan penggunaan APBN akibat kenaikan minyak dunia.

1. Kontrak jangka panjang dengan negara eksportir murah

Rossanto menilai, sebagai negara non-blok, Indonesia diuntungkan karena bisa melakukan perjanjian perdagangan bilateral dengan negara manapun termasuk Rusia.

Menurut dia, sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara barat (NATO) kepada Rusia menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk membuat kontrak jangka panjang pembelian minyak dengan harga yang lebih murah.

Selain Rusia, lanjut Rossanto, negara penghasil minyak seperti Iran, Venezuela, dan Nigeria juga diberikan sanksi ekonomi oleh blok barat akibat kepentingan politik.

"Hal itu bisa kita manfaatkan, karena kita tidak terikat untuk turut serta memberikan sanksi ekonomi kepada negara-negara tersebut," ujarnya dilansir dari laman Unair.

2. Efisiensi kilang minyak

Rossanto mengungkapkan, Indonesia memiliki beberapa kilang minyak yang meskipun sudah tua tapi masih bisa dieksploitasi, seperti Kilang Minyak Plaju di Sumsel dan Pangkalan Brandan di Sumut.

"Pertamina harus bisa merevitalisasi dan meningkatkan kembali produksinya menggunakan teknologi terbaru saat ini," tutur dia.

Selain itu, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB Unair tersebut juga mengharapkan adanya peningkatan produksi minyak oleh produsen minyak dalam negeri untuk sementara waktu.

Produsen minyak seperti Exxon Mobil, Chevron Pacific Indonesia, dan Pertamina harus bisa menggenjot produksi, sehingga bisa memenuhi setidaknya 60 persen dari konsumsi minyak Indonesia.

"Jadi kita andalkan produksi minyak domestik, untuk menekan pengeluaran APBN," tegas dia.

3. Pembatasan BBM subsidi bukan langkah tepat

Di tengah ekonomi Indonesia yang mulai pulih pasca pandemi Covid-19, dia menilai pembatasan pembelian BBM subsidi khususnya solar bukanlah langkah yang tepat.

Menurut dia, hal itu akan memicu kelesuan ekonomi dan menimbulkan resesi.

"Karena hal itu akan membatasi aktivitas ekonomi masyarakat yang berdampak pada penurunan pendapatan dan produksi masyarakat yang dapat menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan justru lebih berbahaya," tutur dia.

4. Tambah anggaran subsidi

Jikalau kondisi terus berlanjut dan subsidi BBM tidak mampu memenuhi kebutuhan BBM Indonesia, dia meminta kenaikan BBM subsidi jangan menjadi solusi yang dilakukan pemerintah.

Pasalnya, menaikkan harga BBM subsidi cukup riskan dan dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan politik Indonesia yang mulai bangkit pasca pandemi Covid-19.

Rossanto menyarankan adanya penambahan anggaran untuk BBM subsidi melalui skema utang.

"Karena menurut saya kita masih punya ruang fiskal yang cukup untuk melakukan hal itu," tukas dia.

https://edukasi.kompas.com/read/2022/04/19/113000371/4-jurus-dari-pakar-ekonomi-unair-jaga-stabilitas-harga-bbm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke