KOMPAS.com - Matinya puluhan sapi beberapa waktu lalu di perairan Sampang menarik perhatian banyak masyarakat.
Bangkai sapi tersebut ditemukan mengambang di Pantai Camplong Sampang, Madura, Jawa Timur (Jatim)sekitar pukul 07.00 WIB oleh warga setempat. Hingga kini, ada dugaan sapi-sapi tersebut lompat dari kapal saat hendak dikirim dari Madura.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Ruminansia Universitas Airlangga (Unair) Ragil Angga Prastiya mengungkapkan bahwa kasus tersebut kerap kali terjadi hampir setiap tahunnya, karena adanya jalur lalu lintas ternak ilegal dan tidak memenuhi syarat peraturan pemerintah.
Menurut Ragil, sapi-sapi tersebut kemungkinan mengalami kematian karena dua hal.
Pertama, adanya heat stres pada sapi karena overcrowded selama di dalam kapal pengangkut ternak.
Sehingga, mengakibatkan kondisi sapi kekurangan oksigen, suhu tubuh naik dan mengalami kelelahan.
Kedua, tidak dilengkapinya jembatan penyeberangan sapi dari kapal ke daratan.
“Sesampainya di akhir tujuan, kapal ilegal yang mengangkut ternak tersebut tidak dilengkapi dengan jembatan, sehingga sapi dibiarkan berenang menuju tepian daratan,” jelasnya, dilansir dari laman Unair.
Sapi yang kondisinya stres, tubuhnya mengalami kepanasan serta kelelahan yang mengakibatkan fisik sapi tidak kondusif.
Sehingga sapi tersebut tidak mampu berenang sampai ke tepian daratan dan akhirnya mengalami kematian.
Selain itu sapi merupakan hewan yang tidak pandai berenang, sehingga memaksakan sapi berenang akan menghabiskan banyak tenaga sapi.
Masyarakat harus patuh aturan transportasi ternak
Seluruh aturan atau regulasi mengangkut atau transportasi ternak seperti pemasukan, pengeluaran ternak, dan hewan peliharaan, sebetulnya sudah diatur di setiap dinas peternakan setempat.
Regulasi tersebut penting kaitannya dengan transportasi hewan ternak maupun hewan peliharaan yang aman dan sesuai SOP.
Selain sebagai upaya memastikan hewan aman selama perjalanan, juga dilengkapi berbagai syarat dan dokumen pemeriksaan kesehatan.
Agar tidak terjadi penyebaran penyakit ternak dan penyakit zoonosis melalui jalur lalu lintas ternak itu.
“Untuk itu baik penyedia dan pemesan ternak sebaiknya melalui jalur yang sudah diatur oleh dinas peternakan setempat agar bisa menjaga kesejahteraan hewan dan one health,” ungkap dosen FKH SIKIA Banyuwangi Unair tersebut.
Perihal regulasi dan SOP, Ragil berpendapat bahwa sebetulnya regulasi dan SOP mengenai transportasi ternak dan hewan peliharaan sudah jelas di setiap dinas dan balai karantina.
Terkait masalah ini, menurut Ragil perlu sering dilakukan sosialisasi kepada penyedia ternak atau pemilik hewan yang akan mengirim hewannya ke tempat lain untuk mengikuti aturan yang ada.
“Selain itu bisa mencontoh sistem yang cukup bagus di pemerintah Kabupaten Banyuwangi, dengan menerapkan sistem satu pintu pelayanan perizinan transportasi ternak dan hewan peliharaan. Agar pihak penyedia ternak yang akan mengurus dokumen dan syarat pengiriman ternak lebih mudah, efektif dan efisien,” sarannya.
Meskipun sapi merupakan komoditas yang menghasilkan keuntungan finansial, akan tetapi terkadang manusia lupa bahwa hewan ternak merupakan makhluk hidup yang tetap harus dijaga kesejahteraan.
“Saya sangat berharap pemerintah, stakeholder, dan aktivis hewan ternak bisa mengedukasi masyarakat secara meluas akan pentingnya memperhatikan transportasi ternak, karena apabila kita bisa memperhatikan hal tersebut maka kesejahteraan hewan bisa terjaga,” pungkasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/04/21/110000271/puluhan-sapi-mati-di-laut-sampang-pakar-unair-sebut-2-penyebabnya