KOMPAS.com - Mahasiswa jurusan pendidikan matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Maghfiroh Izza Maulani menceritakan pengalamannya saat mengajar di SDN Bringin 1 Srumbung, Magelang, Jawa Tengah.
Kegiatan mengajarnya tersebut merupakan bagian dari program Kampus Mengajar yang digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Kampus Mengajar merupakan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang bertujuan memberikan kesempatan kepada mahasiswa belajar dan mengembangkan diri melalui aktivitas di luar kelas perkuliahan.
Program ini merupakan transformasi dari Program Kampus Mengajar Perintis yang bertujuan untuk memberikan solusi bagi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang terdampak pandemi dengan memberdayakan para mahasiswa untuk membantu para guru dan kepala sekolah dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di tengah pandemi Covid-19.
Izza bercerita bahwa bertemu dan dapat merasakan belajar sekaligus bermain bersama anak anak adalah kegiatan yang menyenangkan. Baginya, mengajar merupakan panggilan hati.
“Bertemu dan dapat merasakan belajar sekaligus bermain bersama anak anak adalah kegiatan yang menyenangkan dan memiliki rasa greget yang berbeda,” tuturnya seperti dilansir dari laman UNY.
Bertemu dengan beragam kepribadian, beragam kemampuan membuat Izza merasa belajar banyak hal.
Gampang-gampang susah
Sesuai dengan pendidikannya yaitu matematika, Izza mengaku bahwa mengajarkan matematika untuk anak sekolah dasar itu gampang-gampang susah, karena menurutnya, walaupun materinya tergolong sederhana namun salah konsep sedikit saja akan berimbas bagi pendidikan setelahnya.
Warga Tersan Gede, Salam, Magelang itu berkisah bahwa dia ditugaskan mengajar AKM Numerasi pada siswa kelas IV SD, yaitu mengenalkan apa yang dimaksud dengan bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif yang merupakan hal baru untuk siswa.
“Sebenarnya cukup sulit. Melihat peserta didik yang hanya melongo saja atau tidak paham membuat saya memutar otak,” ungkapnya.
Izza melakukan pendekatan-pendekatan mata pelajaran numerasi dengan masalah kontekstual yang biasanya ada di kehidupan sehari-hari seperti memisalkan tanda negatif sebagai hutang ataupun meminjam barang.
Selain itu juga sebisa mungkin menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
“Tantangannya di SD, kita harus menyederhanakan apa-apa yang terasa rumit hingga sebisa mungkin dapat dipahami oleh siswa,” paparnya.
Alumni SMAN 3 Magelang itu menjelaskan matematika dengan masalah konkret agaknya lebih mudah dicerna, seperti mengajarkan volume balok dengan memperhatikan lemari yang ada di depan kelas, atau banyaknya air pada bak mandi.
Sedangkan mengajarkan perkalian dan pembagian dengan soal-soal cerita yang biasanya mereka temui.
Menurut Izza, mengajar tidak sebatas menjelaskan tapi juga berusaha memahamkan.
Izza mengaku banyak belajar dari kegiatan ini termasuk belajar menangani siswa yang bermacam-macam karakteristiknya juga belajar mengendalikan suasana kelas yang terkadang tidak sesuai harapan.
Dalam kegiatan belajar mengajar Izza berprinsip bahwa siswa harus mendapat tambahan ilmu pada hari itu, sehingga meski sedikit setidaknya ada ilmu yang mereka bawa pulang.
Hal ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan pada bidang pendidikan bermutu.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/04/27/120055371/cerita-mahasiswa-mengajar-murid-sd-di-kampus-mengajar-cukup-sulit