KOMPAS.com - Rasa sayang terhadap anak tanpa disadari membuat orangtua melakukan banyak pengawasan dan pembatasan akan hal-hal yang ingin dicoba oleh anak.
Menurut Pendidik Rumah Main Cikal Bandung, Naura Thifaldhia Chrissandi, bila orangtua selalu ingin mengawasi kegiatan anak dan melakukan banyak pembatasan hingga menyisipkan berbagai larangan, ini bisa menjadi sejumlah tanda overparenting.
Overparenting, menurut Naura, terjadi ketika orang tua terlalu banyak terlibat dalam kehidupan anaknya.
Karakter orang tua dalam overparenting juga cenderung untuk tidak memberikan ruang yang cukup dan semestinya bagi anak dimulai dari usia dini hingga remaja.
Kecenderungan orang tua yang menjadi overparenting dapat dilihat dari berbagai alasan, antara lain dari keinginan memberikan yang terbaik bagi anak, pengalaman masa lalu yang menjadi cerminan masa kini kala menjadi orang tua, telah lama menunggu kehadiran anak selama bertahun-tahun, dan lain sebagainya.
Namun, dampak jangka panjangnya ialah anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya diri dalam melakukan eksplorasi hingga kehilangan minat untuk mencoba hal-hal yang memantik rasa ingin tahunya.
"Orang tua yang overparenting cenderung kurang memberikan ruang bagi anak untuk mencoba berbagai hal secara mandiri dan cenderung melindungi anaknya dari segala ketidaknyamanan," tutur Naura dalam keterangan tertulis Sekolah Cikal.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, orang tua dapat menjadi overparenting karena mereka menginginkan yang terbaik bagi anaknya dan tidak ingin anaknya terluka atau merasa sakit.
Hanya saja, terkadang orang tua lupa bahwa anak juga membutuhkan trial and error serta eksplorasi secara mandiri untuk berkembang.
"Orangtua boleh menjaga dan mengarahkan anak, namun apabila berlebihan tentu tidak baik bagi anak,” jelasnya.
Ciri-ciri overparenting yang harus dikenali orangtua
Naura menyebutkan bahwa terdapat 5 ciri yang patut dikenali dengan baik oleh para orang tua mengenai overparenting.
1. Pengawasan berlebihan
Dalam ciri pertama, orangtua yang mulai memasuki zona overparenting akan terus-menerus mengawasi anak agar anak tidak terluka atau merasakan ketidaknyamanan.
"Hal ini dikarenakan orang tua merasa cemas yang berkelanjutan dan merasa tidak tenang apabila anak diharuskan untuk melakukan sesuatu secara mandiri,” ucapnya.
2. Pengambilan keputusan dilakukan sepihak oleh orangtua
Dalam hal ini, orang tua seringkali berupaya memastikan anak tidak mengambil keputusan yang salah dengan cara mengambil keputusan untuk anak secara sepihak.
Di kondisi ini, orang tua akan memiliki asumsi, tahu segalanya, dan tahu pilihan terbaik bagi anak.
“Orang tua cenderung berasumsi bahwa dirinya mengetahui pilihan apa yang terbaik bagi anak, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi anak untuk melakukan eksplorasi dan/atau mengambil keputusan secara mandiri,” jelasnya.
3. Terlalu mengatur kegiatan anak
Memiliki kekhawatiran akan pemetaan minat bakat yang kurang sesuai tentu hadir dalam diri orangtua. Sayangnya, kekhawatiran itu menjadi permulaan akan keinginan orang tua terlibat dan mengatur keseluruhan aktivitas serta pengembangan diri anak.
“Dalam poin ketiga ini, kecenderungan orang tua yang overprotective dan overparenting akan terlalu mengatur anak atau dengan kata lain mengatur apa yang harus disukai atau tidak disukai oleh anak,” ucapnya.
Mengatur anak untuk mengikuti taekwondo demi mengikuti jejak Ayah, berlatih piano untuk menyamakan dengan anak lain, menjadi beberapa contoh kejadian yang tentunya akan berakibat bagi ketidaknyamanan dan tekanan dalam tumbuh kembang dan kesehatan mental anak.
4. Ketakutan anak mengalami kegagalan
Memahami bahwa dalam hidup ada berbagai fase yang berjalan, termasuk bagi anak adalah hal yang seharusnya dimiliki oleh orang tua.
Namun, orangtua dengan karakter overprotective dan cenderung melakukan overparenting akan selalu merasakan ketakutan akan perjalanan anaknya sendiri.
“Orangtua dalam kondisi ini akan selalu merasa takut dan cemas apabila anak mengalami kegagalan, sehingga orang tua terlalu cepat membantu anak ketika anak mengalami kegagalan,” ungkapnya.
5. Mengatur cara orang lain memperlakukan anak
Poin kelima yang menjadi ciri dari overparenting adalah terlalu mengatur bagaimana orang lain memperlakukan anak.
Poin ini tentu berkaitan dengan poin lainnya, di mana kekhawatiran orang tua menjadi pemicu yang berlebihan akan setiap fase kehidupan anak.
Terlalu banyak mengatur pun akan memantik banyak perdebatan di interaksi sosial umum, baik di antara guru, tetangga atau bahkan teman dari anak.
Setelah melihat dan memahami pengertian, tentu hal yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan memiliki tendensi tersebut.
Memahami bahwa keinginan orangtua selalu ingin memberikan terbaik bagi anak karena anak sangat berharga akan dapat memicu tanda-tanda overparenting tersebut.
Di sinilah peran orang tua dapat mengelola langkahnya, dan memberikan kepercayaan melalui kesepakatan bersama misalnya, atau memberikan ruang bagi anak untuk tetap bertumbuh dengan pengawasan yang sesuai dan tidak berlebihan agar anak tumbuh seutuhnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/05/23/160732671/ciri-ciri-orangtua-overparenting-ini-dampaknya-bagi-anak