KOMPAS.com - Keterbatasan fisik tak menyurutkan semangat Mochamad Nur Ramadhani untuk mengenyam pendidikan setinggi langit.
Pria asal Bandung ini terpaksa diamputasi kaki bagian kanan karena mengidap kanker tulang di usia 14 tahun.
Namun demikian, kondisi ini tak membuat Dhani berkecil hati. Dia tetap menunjukkan prestasi akademiknya dan selalu peringkat pertama di sekolahnya dan berhasil diterima di salah perguruan tinggi negeri (PTN) terbaik di Indonesia.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, Dhani kala itu sempat mendaftar untuk jurusan Kedokteran Umum. Namun Dhani belum berhasil dan mencoba mengikuti ujian tulis di jurusan Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad).
Lanjutkan pendidikan S2 di Jerman berkat beasiswa LPDP
Tak hanya ingin meraih gelar Dokter Gigi, Dhani juga memanfaatkan kesempatan menambah pengalaman berkuliah di luar negeri dengan mengikuti beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) melalui jalur Afirmasi Penyandang Disabilitas.
Dhani berhasil diterima di Institute of Tropical Medicine and International Health Charité – Universitätsmedizin Berlin.
"Saya menderita kanker tulang saat usia 14 tahun. Saat itu keluarga juga berat untuk memutuskan melakukan amputasi. Tapi akhirnya keputusan itu diambil untuk menyelamatkan nyawa saya dari kanker tulang," beber drg Dhani seperti dikutip dari kanal YouTube Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Rabu (22/6/2022).
Alasan Dhani memilih Jerman untuk melanjutkan pendidikan S2 juga tak terlepas karena masa kecilnya pernah dihabiskan di negara tersebut.
Saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 1 sampai kelas 7 dia berada di Jerman karena tugas pekerjaan orangtuanya.
Kaki kanan diamputasi karena kanker tulang
Setelah pulang ke Indonesia, satu tahun kemudian, Dhani diagnosa menderita kanker tulang. Menurut Dhani, mungkin ada beberapa faktor di terkena kanker tulang di usia 14 tahun atau sekitar tahun 2008. Bisa saja karena aktivitas fisik, efek iklim yang berbeda di Jerman dan Indonesia.
"Mungkin benturan karena sering olahraga, saya suka olahraga sepakbola. Dan faktor itu bisa jadi pemicu terkena kanker tulang. Saya berjuang melawan kanker selama 6 bulan," beber Dhani.
Dhani mengaku, kaki kanannya diamputasi hingga paha atas. Setelah melakukan operasi amputasi, dia harus menjalani proses recovery. Padahal teman-temannya saat itu tengah mengikuti Ujian Nasional (UN) SMP.
Dhani pun memutuskan untuk mengulang kembali kelas 9 SMP agar bisa mengikuti UN dengan baik.
Dhani mengaku, sempat merasa minder setelah kehilangan kaki kanannya. Namun orangtua dan keluarganya selalu menguatkannya. Seiring berjalannya waktu, Dhani belajar bahwa hidup harus terus berjalan.
"Saya yakin kedepan pasti cobaan hidup lebih besar dan lebih berat. Sehingga ujian ini, kehilangan satu kaki akan membuat saya lebih kuat untuk menghadapi tantangan selanjutnya," tutur Dhani.
Ajak penyandang disabilitas manfaatkan kesempatan
Saat mengenyam pendidikan S1, Dhani juga sempat dikhawatirkan tidak bisa menjalankan program profesi dokter gigi. Pihak kampus bahkan sempat menyatakan bahwa Dhani hanya bisa sampai ke Sarjana tidak bisa sampai Dokter Gigi.
Namun berkat semangat dan keyakinan Dhani, dia bisa lulus di program tersebut. Dia berhasil melalui ujian, ujian keterampilan dan termasuk ujian profesi. Kini pun Dhani bisa bekerja di instansi pemerintah.
Dhani berpesan ke penyandang disabilitas yang ada di seluruh Indonesia baik yang sudah dewasa atau anak-anak agar memanfaatkan semua kesempatan.
Baik itu untuk berprestasi, ibadah, beramal, berkreasi, berprestasi dan membanggakan orangtua dan negara.
"Ini menjadi proses inspirasi bagi masyarakat sekitar dalam kehidupan ini tentu banyak sekali anugerah disamping banyak sekali cobaan. Penyandang disabilitas punya kelebihan besar disamping kekurangan. Itu yang harus digali untuk mendapatkan prestasi," tandas Dhani.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/06/23/065628071/kisah-dhani-penyandang-disabilitas-tempuh-s2-di-jerman-dengan-beasiswa-lpdp