KOMPAS.com - Guru menjadi salah satu ujung tombak perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. Kendati demikian, Indonesia masih menghadapi sejumlah isu terkait tenaga kerja guru, baik dalam hal ketersediaan, persebaran, kompetensi, maupun jaminan kesejahteraan.
Isu tersebut menjadi sorotan utama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi X DPR RI ke Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Anggota Komisi X DPR RI Fahmi Alaydroes mengungkapkan, peningkatan kualitas tenaga kerja guru juga perlu dibarengi dengan ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang optimal. Sebab, keduanya memiliki korelasi erat dalam mendorong ekosistem pendidikan yang bermutu.
"Kalau kurikulum dinamis atau berubah sesuai dengan perkembangan zaman, itu wajar. Enggak terlalu masalah. Akan tetapi, kalau gurunya oke, sarana (dan) prasarana kondusif dan fasilitatif, jadilah (pendidikan) anak-anak kita insya Allah (sukses)," ujarnya melalui keterangan pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (16/7/2022).
Hal itu diutarakannya usai Komisi X DPR RI melakukan peninjauan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 06, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 02, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) 03 Kota Salatiga pada Jumat (15/07/2022).
Terkait kunjungannya ke sekolah-sekolah tersebut, Fahmi menuturkan bahwa gedung SMA 03 Kota Salatiga dulunya adalah Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang didirikan saat Belanda masih menduduki kepemerintahan Indonesia.
Menurut Fahmi, keberadaan SPG tersebut menunjukkan bahwa Belanda memberi perhatian khusus kepada tenaga pendidik atau guru pada masa itu. Hal ini dapat menjadi catatan penting bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan akses pendidikan yang mewah untuk para guru.
"Mewah dalam artian terfasilitasi dengan baik. Kita juga tahu bahwa guru-guru kita di zaman dulu itu hebat-hebat. Ini juga catatan untuk kita, apalagi nanti di tengah-tengah suasana upaya untuk memperbaiki Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas)," imbuhnya.
Fahmi pun berharap agar upaya peningkatan kompetensi guru dapat menjadi prioritas utama pemerintah dalam hal peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Tidak hanya itu, Fahmi juga menyoroti sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah-sekolah yang dikunjungi oleh tim Kunjungan Kerja Reses Komisi X DPR RI.
Untuk diketahui, sekolah-sekolah tersebut dibangun pada zaman penjajahan Belanda sehingga bangunannya masih lekat dengan desain sekolah Belanda.
Menurut Fahmi, sekolah peninggalan Belanda yang ia kunjungi memiliki kesan kokoh, luas, dan asri. Hal tersebut lagi-lagi membuktikan bahwa pemerintah Belanda pada masa itu sangat memperhatikan sarana dan prasarana yang mumpuni di sekolah.
"Menurut saya (sarana dan prasarana) ini aspek yang barangkali perlu benar-benar kita perhatikan di tengah-tengah problematika (pendidikan) kita. Ada 1 juta lebih ruang kelas rusak di seluruh Indonesia. Lalu, bagaimana siswa bisa mendapatkan pengalaman belajar yang kondusif ketika sarana dan prasarananya bermasalah?" tuturnya.
Oleh sebab itu, Fahmi pun meminta pemerintah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar memberi perhatian khusus kepada fasilitas-fasilitas di sekolah.
Digitalisasi di lingkup sekolah
Selain menyoroti kompetensi guru serta ketersediaan sarana dan prasana sekolah yang mumpuni, Komisi X DPR RI juga turut melakukan observasi terkait digitalisasi di lingkup sekolah.
Sekolah-sekolah yang dikunjungi rupanya telah mengimplementasikan perpustakaan digital atau e-Library.
Anggota Komisi X DPR RI Sodik Mujahid mengatakan, buku-buku yang tersedia pun lengkap dan sesuai dengan jatah buku yang dikirim dari pemerintah pusat. Meski begitu, ia berharap sekolah dapat terus mensuplai buku dengan konten yang lebih beragam.
Dalam kunjungan tersebut, Sodik juga menanyakan preferensi belajar para siswa. Mayoritas siswa mengatakan, mereka lebih senang dengan pembelajaran tatap muka (PTM) dibandingkan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Ini menjadi catatan untuk para guru agar bisa tampil menarik dan disukai oleh anak-anak tersebut saat melakukan PTM," ujarnya.
Sodik melanjutkan, ada hal yang menarik perhatiannya terkait metode belajar. Sekolah-sekolah tersebut menerapkan pola partisipatif melalui kegiatan ekstrakurikuler untuk mata pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan.
"Pembelajaran tersebut tadi telah didemonstrasikan dengan cara yang bagus. Jadi, pola (belajar) adalah partisipatif. Tidak dipimpun oleh guru, melainkan dipimpin oleh seorang siswa," kata Sodik.
Selain itu, Sodik juga menyoroti bahwa setiap sekolah telah menerapkan prosedur penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan baik, termasuk dalam hal seleksi melalui sistem zonasi dan afiliasi.
Kunjungan Kerja Reses Komisi X DPR RI ke Kota Salatiga pun turut dihadiri oleh Djohar Arifin Husin, Adriana Dondokambey, Vanda Sarundajang, Muhamad Nur Purnamasidi, Sakinah Aljufri, Sukawijaya atau Yoyok Sukawi, Haerul Amri, Syamsul Luthfi, dan Mitra Fakhruddin.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/07/16/130449471/komisi-x-dpr-ri-guru-adalah-ujung-tombak-pembentuk-pendidikan-bermutu