KOMPAS.com - Pandemi telah mengubah banyak hal, termasuk dalam kesukaan atau hobi. Banyak menghabiskan waktu di rumah, membuat semakin banyak orang yang kini hobi merawat tanaman hias, bersepeda santai, membaca buku, mendekor rumah dan banyak lainnya.
Hampir semua orang memiliki hobi, namun tak semua orang bisa mengubah hobi menjadi peluang usaha. Padahal, dengan beberapa langkah sederhana, siapapun berkesempatan mengubah hobi jadi rezeki.
Inilah yang dibahas seorang peneliti BRIN, Oos M Anwas dan sang istri yang merupakan akademisi UIN Jakarta, Yuni Sugiarti dalam buku Teknopreneur Aglaonema: Mengubah Hobi Menjadi Rezeki.
Oos bercerita, inspirasi untuk menulis buku tentang upaya mengubah hobi menjadi rezeki dimulai saat ia dan sang istri berjalan pagi di lingkungan sekitar rumah.
Kala itu, ia banyak bertemu dengan petani tanaman hias Aglaonema. Sayangnya, pohon-pohon Aglaonema yang cantik itu tak terjamah pembeli akibat pandemi dan kurangnya pemasaran.
Dari sana, keduanya membantu para petani bagaimana menjadi teknopreneur, yakni membangun usaha dengan memanfaatkan teknologi untuk pemasaran, seperti marketplace atau sosial media.
"Setiap orang punya hobi, tetapi biasanya konsumtif. Namun, buku ini membahas sebaliknya, bagaimana hobi menghasilkan uang. Salah satu hobi yang dibahas ialah tanaman hias Aglaonema, tetapi banyak hobi lainnya yang bisa dijadikan peluang usaha," tutur Oos dalam kegiatan bedah buku berjudul Teknopreneur Aglaonema: Mengubah Hobi Menjadi Rezeki, di Gramedia Emerlad Bintaro, beberapa waktu lalu.
Di buku ini, Oos juga mengungkap bahwa modal utama seorang teknopreneur bukanlah uang, melainkan soft skill.
"Modal bukan hanya uang, tetapi kerja keras, disiplin, jujur dan inovasi. Inilah yang kami tuangkan dalam buku dengan contoh-contoh nyata agar mudah dicerna dan dipahami oleh membaca," terangnya.
Di sisi lain, Yuni yang merupakan penulis utama dalam buku ini memaparkan sejumlah kiat bagaimana seorang teknopreneur Aglaonema mampu memuaskan pembeli.
Yuni mengatakan, salah satu yang membuat tanaman bernilai jual ialah kemasan.
"Bila dijual dengan poli bag tidak menarik, buah-buahan atau tanaman hias bisa ditanam di pot sehingga lebih menarik," ungkapnya.
Lalu, untuk pengiriman bagi pelanggan yang memesan melalui marketplace, Yuni menggunakan pipa paralon untuk mengemas ketimbang kardus.
Menurutnya, pipa paralon bisa memuat hingga 7 tanaman. Bahannya yang kokoh juga mampu melindungi tanaman dari kerusakan selama pengiriman.
Oos maupun Yuni berharap, setelah membaca buku ini, akan lebih banyak orang yang terinspirasi untuk melakukan hal yang sama dengan berbagai jenis usaha yang sesuai dengan potensi dan kesempatan yang dimiliki.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Organisasi Riset Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora, Ahmad Najib Burhani menyampaikan bahwa buku tersebut sebagai salah satu hasil riset dan inovasi yang diberikan BRIN kepada masyarakat.
Menurut Najib, hasil penelitian para peneliti perlu dipublikasikan sebagai sarana transfer informasi untuk membangun peradaban.
“Oleh karena itu, OR IPSH sebagai laboratorium riset dan inovasi harus hadir di tengah masyarakat. Salah satu buktinya, dengan diterbitkannya buku tersebut,” ungkapnya.
Bedah buku ini menghadirkan para pembahas yaitu Haryono Suyono selaku Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (Menkokesra) ke-9, Supriyatno sebagai Kepala Pusat Pembukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Euis Sunarti dan Dwi Purwoko selaku Peneliti BRIN, Pudji Mulyono selaku Pakar Pemberdayaan IPB, serta Husni Teja Sukmana dan Dian Arianti dari Technopreneur kunikita.com.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/07/18/181131171/suka-tanaman-hias-peneliti-brin-beri-cara-mengubah-hobi-jadi-rezeki