KOMPAS.com - Usai Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, masih ada upaya dari Belanda untuk kembali ke tanah air Indonesia.
Karena itu, rakyat terus berupaya untuk mempertahankan kemerdekaan. Tak hanya sebatas perjuangan angkat senjata saja, tetapi juga ada upaya dari tokoh-tokoh untuk bernegosiasi.
Para negosiator itu kemudian mengadakan suatu perundingan atau perjanjian. Salah satunya ialah perjanjian Linggarjati.
Bagi siswa yang sedang belajar sejarah terutama sejarah mempertahankan kemerdekaan Indonesia, berikut ini penjelasan terkait perjanjian Linggarjati.
Informasi yang dirangkum dari laman Universitas Krisnadwipayana (Unkris), perjanjian Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggarjati adalah suatu perundingan Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat.
Adapun perundingan itu menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi secara resmi kedua negara pada 25 Maret 1947.
Latar belakangan perjanjian Linggarjati
Masuknya Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang diboncengi Netherlands-Indies Civiele Administration (NICA) ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik selang Indonesia dengan Belanda.
Seperti misalnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab atas duduk konflik politik dan militer di Asia. Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda berunding di Hooge Veluwe.
Namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia berharap Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Hasil perjanjian Linggarjati
Untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia dan Belanda, maka pada 10 November 1946 diadakan perundingan di Linggar Jati. Pihak Indonesia dipimpin oleh dr. Sudarsono, Jenderal Sudirman, dan Jenderal Oerip Soemohardjo.
Sedang Inggris mengirim Lord Killearn sebagai penengah setelah komisi gencatan senjata terbentuk. Pihak Belanda diwakili oleh Prof. S. Schermerhorn dan Dr. Hj. Van Mook.
Setelah naskah perjanjian ditandatangani, muncul pro dan kontra dimasyarakat mengenai hasil perundingan tersebut. Pada tanggal 25 Maret 1947 pihak Indonesia menyetujui perjanjian Linggar Jati.
Adapun hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam persemakmuran Indonesia-Belanda dengan Belanda sebagai kepala Uni Indonesia-Belanda.
Pro dan kontra perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan warga Indonesia. Misalnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata.
Partai-partai tersebut mencetuskan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia sebagai mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.
Sebagai solusi dari duduk permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana benar tujuan menambah bagian Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara sebagai mendukung perundingan Linggarjati.
Pelanggaran perjanjian Linggarjati
Pada pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berlanjut mulus. Pada 20 Juli 1947, Gubernur Jenderal H.J. van Mook kemudiannya mencetuskan bahwa Belanda bebas lagi dengan perjanjian ini.
Dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah serangan atau Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan dampak dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/08/26/090100971/perjanjian-linggarjati--latar-belakang-isi-hingga-agresi-militer-belanda