KOMPAS.com – Suara canda tawa langsung terdengar begitu memasuki ruangan bernuansa putih dan cokelat itu. Masuk lebih dalam, terlihat anak-anak berusia 3 sampai 5 tahun sedang berbaris dan berjalan rapi dengan senyuman. Mereka siap untuk bermain.
Melalui bermain, anak dapat belajar dan melatih beragam kompetensi, mulai dari berinteraksi, berkomunikasi, berbagi, dan aspek-aspek penting lain untuk mengembangkan potensi dirinya.
Inilah yang diterapkan oleh SPH Pluit Village. Sekolah ini menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis bermain (play-based learning) untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Berdiri sejak tahun 2014, SPH Pluit Village memiliki visi-misi membina siswa-siswi dari PAUD hingga SMA untuk berkembang dan menyadari potensi penuh mereka untuk menjadi pemimpin berpengetahuan luas yang melayani Tuhan.
Ruang anak bertumbuh di luar kelas
Mewujudkan fokus utama tersebut, pada Jumat (21/10/22) SPH Pluit Village resmi membuka pusat Taman Kanak-kanak (TK) bernama Kindy Center.
“SPH Pluit Village sama seperti semua sekolah SPH lain yang memiliki berbagai kegiatan termasuk musik, seni, dan studi Alkitab. Ini semua merupakan cerminan dari pendidikan holistik transformasional di YPPH,” ucap Executive Director Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH), Stephanie Riyadi pada konferensi pers di SPH Pluit Village, Sabtu (21/10/22).
Stephanie menambahkan, YPPH melalui SPH sedang mengembangkan lebih banyak area bermain dan area kolaborasi di mana siswa dapat tumbuh di luar kelas.
Ia mengatakan, hal tersebut berdasar dari banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa perkembangan fisik dan aktivitas dari interaksi di luar kelas adalah umpan balik terhadap perkembangan akademik siswa.
Sekolah berupaya menjangkau lebih banyak keluarga di Indonesia, khususnya di sekitar wilayah Pluit dengan memperluas pusat pembelajaran TK mereka.
Perluasan fasilitas ini memungkinkan sekolah untuk melayani lebih banyak siswa muda dan membangkitkan generasi pembelajar yang percaya diri. Bahkan, memiliki banyak keluarga yang dapat diberkati dengan adanya sistem edukasi di SPH Pluit Village.
“Harapan saya adalah bisa mendapatkan keluarga sebanyak yang kami bisa untuk dapat masuk, menjadi bagian kami, dan diberkati oleh komunitas Kristen ini, serta menjadi bagian dari pendidikan kami,” ucap Head of School SPH Pluit Village, Tim Heading.
SPH Pluit Village secara khusus membagi jenjang pendidikan menjadi tiga, yaitu K1 rentang usia 3 tahun, K2 rentang usia 4 tahun, dan K3 rentang usia 5 tahun.
Di SPH Pluit Village, pendekatan berbasis bermain pada dasarnya menggabungkan kebutuhan siswa untuk bermain dan belajar.
Mata pelajaran diintegrasikan melalui kegiatan langsung untuk melibatkan semua indera, memungkinkan mereka untuk belajar dengan kecepatan mereka sendiri dengan pemikiran bebas terstruktur dan kegiatan eksplorasi.
Selain itu, Pusat TK baru ini menyediakan fasilitas yang dibangun khusus untuk memungkinkan anak-anak mengeksplorasi dan belajar melalui cara bermain.
Selama wisata fasilitas, Tim Heading menunjukkan berbagai fasilitas yang tersedia untuk mendukung metode pembelajaran berbasis bermain tersebut.
Mulai dari Learning Hub sebagai tempat anak dapat bebas bereksplorasi, dua ruangan kelas terpisah oleh pembatas yang bisa dibuka dan ditutup, Display Area yang memuat hasil karya anak-anak, hingga tempat bermain dengan beberapa peralatan khusus.
Desain dan fasilitas pusat pendidikan ini turut melibatkan partisipasi aktif dari para guru yang ada untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan para murid.
Guru dapat meminta kebutuhan khusus atas keinginan mereka fokus pada pembelajaran berbasis bermain untuk TK daripada harus melakukan akademik saja.
“Kami sangat membutuhkan ruang karena anak kecil ingin berlari. Kami juga sangat ingin memiliki ruang di mana mereka bisa benar-benar berantakan seperti melukis dengan tangan dan bermain dengan air serta pasir,” jelas Koordinator dan Guru SPH Pluit Village, Christel van Zyl.
Christel menambahkan, di kelas agak sulit untuk memberikan kebebasan bagi siswa melakukan eksplorasi karena harus ada yang datang dan membersihkan media bermain. Namun, sekarang SPH Pluit Village melalui pusat TK baru ini memiliki ruang untuk mereka mewujudkannya.
Hal ini turut pula didukung oleh orangtua murid sebagai partisipan yang memercayakan SPH Pluit Village mendidik anak mereka. Orang tua murid salah satu anak yang berada di jenjang K2, Dewi Hayati Suhendro merasakan bagaimana metode pembelajaran berbasis main ini menjawab kebutuhannya.
“Suami dan saya tidak mencari metode pembelajaran yang sangat fokus secara akademis karena kami tahu bahwa untuk anak kecil ini adalah cara terbaik bagi mereka untuk belajar,” ucap Dewi ketika diwawancarai usai acara.
Melalui semua upaya ini, sekolah memiliki keinginan agar siswa belajar lebih banyak tentang siapa mereka sebenarnya, sambil juga mempersiapkan mereka untuk menghadapi kerasnya studi akademis dengan guru yang mendukung dan peduli.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/10/23/170156171/pembelajaran-berbasis-bermain-kembangkan-potensi-siswa-secara-penuh