KOMPAS.com - Moh. Mu’alliful Ilmi berhasil meraih predikat sebagai wisudawan doktor termuda Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Wisuda Pertama ITB Tahun Akademik 2022/2023 karena mampu menyelesaikan studi doktoralnya di Program Studi Kimia pada usia 26 tahun.
Baginya, lulus S3 dari ITB tidaklah mudah, sehingga menjadi anugerah sekaligus hasil kerja keras yang harus senantiasa disyukuri.
“Lulus S3 merupakan hal yang tentu tidak mudah. Kelulusan ini menjadi anugerah bagi saya, orang tua saya, istri dan anak saya untuk dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu,” ujarnya dilansir dari laman ITB, Kamis (27/10/2022).
Membagi waktu antara penelitian, istri dan anak
Ilmi mengungkap, prinsip yang selalu dipegangnya dalam belajar adalah rasa ingin tahu dan haus akan ilmu.
Hal ini membuatnya terbuka dengan pengetahuan multidisiplin serta terus mengikuti dinamisasi penelitian yang sejalan dengan topik penelitiannya.
Selain itu, pemaknaan akan hakikat ilmu pengetahuan juga merupakan esensi dari proses belajar.
Tidak perlu terlalu fokus mempertanyakan untuk apa belajar, namun dengan menjalaninya sebaik mungkin kita akan menemukan relevansi ilmu tersebut dalam kehidupan.
“Jangan terlalu memikirkan belajar buat apa, kenapa sih kita belajar ini. Kita jalani dulu, nanti sambil berjalan kita akan menemukan sendiri kegunaan dari ilmu yang kita pelajari,” ungkap Ilmi.
Selama menjalani studi doktoral, Ilmi mengaku perlu menyesuaikan waktu antara akademik dan keluarga.
Ilmi dituntut untuk dapat membagi waktunya antara melakukan penelitian, menulis proposal dan laporan, membantu istri, dan merawat anak.
Menurut Ilmi, ada 5 tips untuk menyelesaikan studi tepat waktu atau bahkan lebih cepat namun tetap produktif.
Tips pertama, melakukan segala sesuatu dengan terarah. Tips kedua, selalu berprogres seiring waktu tidak masalah sekecil apa progres tersebut.
Tips ketiga, mengatur skala prioritas untuk efisiensi waktu, tenaga, dan pikiran. Tips keempat, fokus pada tujuan dan motivasi awal agar etos kerja tetap terjaga.
Sedangkan tips terakhir adalah mengenali cara belajar agar mempermudah penyerapan pengetahuan dan implementasinya.
Hasilkan 14 paper dalam jurnal nasional dan internasional
Pandemi Covid -19 yang terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu merupakan tantangan besar bagi Ilmi.
Hal ini karena penelitiannya yang berbasis karakterisasi membutuhkan akses penggunaan laboratorium-laboratorium sentral, sedangkan saat pandemi laboratorium-laboratorium ini ditutup.
Tak mau kehilangan kesempatan, Ilmi memanfaatkan waktunya selama penutupan laboratorium untuk menulis paper review.
Dari kegiatan tersebut ia berhasil menghasilkan paper review yang dipublikasikan di Jurnal Archaelogical and Anthropological Sciences.
Selama belajar di ITB, ia telah menghasilkan 14 paper yang dipublikasikan dalam jurnal nasional maupun internasional dengan 4 paper di antaranya menempatkan Ilmi sebagai penulis pertama.
Setelah pandemi berakhir, Ilmi melanjutkan penelitiannya tentang aspek kimiawi yang berperan dalam perubahan warna pada lukisan prasejarah di bawah bimbingan Prof. Dr. Ismunandar, Prof. Dr. Djulia Onggo, Dr. Pindi Setiawan, dan Dr. Grandprix Thomryes Marth Kadja.
Penelitian ini dipublikasikan dalam bentuk disertasi yang berjudul “Aspek Kimia pada Diskolorasi Gambar Cadas Maros-Pangkep dan Lembata”.
Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui komposisi pigmen warna yang digunakan dan menentukan strategi konservasi untuk lukisan purba.
“Pembimbing ke-2 saya, Dr. Pindi Setiawan, M.Si., meninggal dunia satu bulan setelah ujian disertasi saya, dan itu menjadi pengalaman menyedihkan selama studi S3.
Semoga saya dapat meneruskan cita-cita beliau untuk melanjutkan penelitian terkait lukisan prasejarah di Indonesia.”
Fokus penelitiannya tersebut juga berhasil mengantarkan Ilmi untuk menjadi pembicara pada European Synchrotron Radiation Facility (ESRF) di Grenoble tahun 2020 lalu.
Dalam acara tersebut Ilmi mempresentasikan hasil penelitiannya terkait analisis sifat fisikokimia pigmen gambar cadas di Situs Karim, Sangkulirang, Kalimantan Timur.
Tak disangka, perannya dalam ESRF 2020 membuahkan kerja sama sehingga ia diberikan kesempatan untuk mengirimkan sampel ke ESRF untuk dianalisis lebih lanjut.
Hal ini tentu saja merupakan pengalaman yang sangat berharga mengingat ESRF merupakan fasilitas penelitian ternama di Eropa.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/10/30/190000571/sosok-ilmi-wisudawan-doktor-termuda-itb-lulus-s3-usia-26-tahun