Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Orangtua Pahami Ini Sebelum Masukkan Anak Berkebutuhan Khusus ke Sekolah

KOMPAS.com - Masih banyak masyarakat atau orangtua yang belum terlalu memahami perbedaan antara sekolah luar biasa atau SBK dan sekolah (umum) inklusi.

Dan, mana yang lebih cocok untuk anak berkebutuhan khusus (ABK)?

Mengenai hal ini, dosen Pendidikan Luar Biasa (PLB), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Muhammad Nurul Ashar punya pendapat yang bisa jadi referensi orangtua.

Ashar menjelaskan, sekolah ABK terbagi menjadi dua jenis yakni sekolah umum inklusi, yang menyediakan pelayanan bagi siswa disabilitas dan ada sekolah luar biasa atau biasa disebut SLB.

Menurut dia, sekolah umum inklusi secara regulasi tidak ada SK yang menetapkan sekolah inklusi atau tidak, tetapi berdasarkan komitmen, layanan dan sumber daya di sekolah.

Sekolah inklusi bagus buat ABK karena bisa mereka bisa belajar sosialisasi dengan lingkungan umum yang diharapkan menjadi bekal saat mereka terjun di tengah masyarakat dan siap mandiri.

"Namun yang jadi tantangannya di sekolah umum tentu terkait keterbatasan guru ABK, sarana-prasarana hingga pembelajaran atau pembinaan yang mungkin tidak benar-benar khusus sesuai kebutuhan anak. Selain itu ya masih ditemukannya bullying pada ABK," ucap dia mengutip laman Unesa, Jumat (24/2/2023).

Selain itu juga berkaitan dengan aksesibilitas dan infrastruktur yang bisa saja tidak seluruhnya ramah disabilitas.

"Banyak juga sekolah umum yang tidak berani ABK karena keterbatasan SDM, apalagi kalau zonasi. Kalau SDM kurang tentu pembinaannya pun kurang maksimal," lanjut dia.

SLB merupakan sekolah yang dirancang khusus untuk anak berkebutuhan khusus.

Tentu mulai dari infrastruktur, SDM, sistem pembelajaran dan semua aspek disiapkan untuk menunjang tumbuh dan berkembangnya ABK.

SLB belakangan semakin berkembang, ada yang SLB khusus autis, tunanetra, tunarungu dan sebagainya. Dan ini tentu semakin memberikan spesialisasi bagi masing-masing anak disabilitas.

Nah, SLB ini tentu berdasarkan SK. Sekolah ini sudah banyak dan terus bertambah di berbagai daerah.

"Sayangnya dari data dapodik ketersediaan SLB seluruh indonesia hanya berkisar ratusan sekolah dan banyak berpusat di Jawa. SLB berstatus negeri juga sangat sedikit sehingga bagi orangtua dengan kondisi ekonomi kurang harus mempertimbangkan biaya jika masuk SLB swasta," ucap dia.

Bagi penyandang autism, Ashar menyarankan orangtua untuk memahami kebutuhan dan kemampuan anaknya terlebih dahulu.

Karena, autism pada setiap anak kondisinya berbeda-beda sehingga harus diperhatikan karakteristik dan kecocokannya.

"Setelah 6 tahun apakah anak pernah mendapat terapi atau tidak. Kalau yang belum pernah ikut program terapi itu disarankan untuk ke SLB karena guru-gurunya bisa memberikan terapi sambil sekolah," ucap dia.

Ketika orangtua ingin memasukkan anaknya ke sekolah umum inklusi, orang tua disarankan untuk jujur sejujur-jujurnya dengan kondisi sang anak agar nantinya sekolah bisa mempersiapkan sesuai kebutuhan anak termasuk guru pendampingnya.

"Nah kadang ada pula ABK yang tidak perlu guru shadow tergantung dari kemampuan sang anak. Itu juga harus disampaikan ke sekolah," jelas dia.

Dosen prodi Pendidikan Luar Biasa (PLB) itu menentang keras pendapat yang menilai ABK tak butuh sekolah.

Menurut dia, tanpa sekolah, anak disabilitas akan semakin sulit beradaptasi dan belajar mengembangkan diri.

Terlebih di Indonesia, semua masih mengandalkan ijazah, tentu ini berpengaruh bagi masa depan anak nanti.

Misalnya, orangtua tidak mau anaknya disekolahkan, juga bisa disiapkan homeschooling atau tetap ikut sekolah tetap tidak full.

Agar anak mau sekolah, orangtua perlu memberikan support seperti membangun adaptasi dan kesadaran pentingnya sekolah sejak dini.

Orangtua diharapkan tidak memasang target penguasaan keterampilan pada anak, karena setiap anak memiliki potensi dan keahlian yang berbeda.

https://edukasi.kompas.com/read/2023/02/24/155650571/orangtua-pahami-ini-sebelum-masukkan-anak-berkebutuhan-khusus-ke-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke