KOMPAS.com - Manusia didorong untuk terus mengasah kompetensi agar dapat bertahan hidup menjalani dinamika kehidupan dan tetap berdaya bagi sesama manusia.
Hal tersebut turut mendorong Sekolah Cinta Keluarga (Cikal) untuk menerapkan pendidikan berbasis kompetensi guna membentuk generasi yang siap menghadapi persaingan di masa depan.
Pendiri Cikal Najelaa Shihab menceritakan bahwa penerapan pendidikan berbasis kompetensi didasarkan pada refeksi pendidikan Indonesia pada masa lampau dan menganalisis kebutuhan dunia masa depan.
“Cikal itu berdiri tahun 1999, perlu dibayangkan bahwa 20 tahun lalu, situasi ekosistem pendidikan Indonesia (saat itu) dan yang terjadi di dunia beda sekali dengan sekarang," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (27/3/2023).
Dari awal, lanjut Najelaa, Cikal memang ingin menjadi sekolah praktik yang baik dan inovator ekosistem pendidikan di Indonesia.
Dalam dunia pendidikan selama ini, menurutnya, ada sebuah kurikulum yang hanya diberikan satu arah, yaitu dari guru ke murid.
“Padahal kita tahu, untuk mencapai tujuan pendidikan itu prosesnya jauh lebih kompleks,” jelas Najelaa.
Oleh karenanya,imbuh dia, Sekolah Cikal membentuk kurikulum Kompetensi 5 Bintang Cikal atau Cikal 5 Stars Competencies sebagai cita-cita dan kurikulum berbasis kompetensi.
Kurikulum tersebut menjadi inti dari pengembangan proses belajar, interaksi, pengembangan diri seluruh murid, guru, orang tua, hingga seluruh anggota komunitas Cikal sendiri.
Sebagai penggagas, Najelaa mengungkapkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis kompetensi di sekolahnya dihadirkan atas proses refeksi dan analisis panjang dengan melewati banyak hal melalui visi utama Cikal, yakni Kompetensi 5 Bintang Cikal.
Berbagai hal yang dilewati itu, kata dia, mulai dari tantangan, persaingan, kebutuhan manusia dan karakter manusia masa depan.
“Kompetensi 5 Bintang Cikal (tujuan Cikal dan juga kurikulum Cikal) adalah kompetensi yang mempersiapkan anak untuk masa depan. Kata masa depan adalah kata kuncinya,” imbuh Najelaa.
Ia menjelaskan, Cikal berupaya mengembangkan program pendidikan anak berbasis kompetensi untuk menjawab kebutuhan dunia.
Pasalnya, sebut Najelaa, manusia tidak mengetahui pasti seperti apa kebutuhan dunia nantinya dan persaingan dalam 20-30 tahun mendatang.
Berdasarkan refeksi tersebut, ia mengatakan, penerapan pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi melalui Kompetensi 5 Bintang Cikal hakikatnya merupakan sebuah capaian pembelajaran dalam kontinu jangka panjang.
“(Kompetensi 5 Bintang Cikal juga merupakan) kurikulum yang telah didefnisikan untuk mendampingi pengembangan diri murid mencakup keahlian, pengalaman, dan persiapan karier anak pada masa depan yang dibutuhkan oleh dunia,” ucap Najelaa.
Terdapat enam kompetensi manusia yang dibutuhkan oleh masa depan. Kompetensi ini dibentuk oleh Cikal melalui Kompetensi 5 Bintang Cikal.
Pertama, dunia membutuhkan manusia-manusia yang memiliki keseimbangan.
Kedua, dunia membutuhkan generasi yang secara emosional kuat, secara spiritual juga memiliki akar yang dalam.
Ketiga, dunia membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan berpikir efektif karena masalah di masa depan akan lebih banyak dan kompleks.
Keempat, dunia membutuhkan generasi yang memiliki wawasan yang luas juga kemampuan yang sehat untuk bersaing.
Kelima, dunia membutuhkan generasi yang dapat belajar mandiri karena informasi pada masa depan akan banyak sekali.
“Jadi, generasi tersebut harus tahu tujuan belajarnya sendiri sebagai manusia (pelajar merdeka),” ujar Najelaa.
Keenam, lanjut dia, dunia membutuhkan generasi yang mengukur kesuksesan hidupnya dengan sebanyak mungkin berkontribusi dan berdaya bagi kebaikan dunia, dan bukan tentang diri sendiri.
Terapkan pendekatan personalisasi
Tak hanya melalui penerapan kompetensi, Najelaa mengatakan, Cikal juga melahirkan pendekatan personalisasi.
“Artinya, setiap anak termasuk anak-anak berkebutuhan khusus disesuaikan kebutuhan minat dan bakatnya cara atau moda belajar,” katanya.
Selain bakat, lanjut Najelaa, juga disesuaikan dengan tujuan belajar anak masing-masing. Hal ini bisa dilakukan dengan ribuan program di Cikal untuk optimalisasi pengembangan anak sebagai manusia yang kelak akan siap menghadapi tantangan masa depan.
Ia menyatakan bahwa kehadiran pendekatan personalisasi di Cikal menandai komitmen pihaknya sebagai lembaga pendidikan yang memprioritaskan setiap anak, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus.
“Setiap anak adalah prioritas, whatever it takes jadi dorongan yang paling sering diucapkan dalam menghadapi berbagai tantangan,” imbuh Najelaa.
Ia mengungkapkan, pihaknya saling mengingatkan bahwa setiap bagian dari komunitas Cikal bukan hanya nama apalagi angka dan data.
Setiap bagian dari komunitas, sebut Najelaa, diperlakukan dengan kepedulian, seperti anak dan keluarga sendiri. Hal ini dilakukan dengan proses bermain, belajar, dan bekerja yang terpersonalisasi secara relasi dan interaksi dengan penuh empati.
“Penerapan personalisasi tidak hanya sekadar dari pemilihan program saja di Cikal. Kami juga memberikan ruang personalisasi bagi anak untuk mendesain seragam batiknya sendiri dan mewarnai rambut,” ucapnya.
Sebagai Head of School Cikal, Psikolog Tari Sandjojo menuturkan bahwa personalisasi dalam pembentukan gaya seragam batik dan mewarnai rambut merupakan salah satu langkah Cikal untuk mengimplementasikan personalisasi secara maksimal.
“Seiring Cikal bertumbuh, usaha sekolah ini untuk mengimplementasikan komitmen personalisasi secara maksimal semakin banyak dan semakin kuat,” ujarnya.
Seragam tersebut, lanjut Tari, memang harus tetap batik Cikal. Akan tetapi, cara anak-anak mendesain harus diberikan ruang untuk menyesuaikan kepribadian masing-masing dengan tetap mengacu pada dress policy yang telah ditetapkan oleh Cikal.
“Mengenai gaya dan warna rambut, pada dasarnya, acuan pertimbangan kami adalah penampilan itu tidak mengubah kepribadian atau karakter pembelajar di Cikal,” jelasnya.
Peranan kesepakatan bersama
Najelaa menjelaskan, penerapan pendekatan personalisasi dilakukan melalui komunikasi dua arah, yaitu murid dan guru.
Hal tersebut, kata dia, dilakukan agar anak tetap mengembangkan dan mengekspresikan dirinya serta menumbuhkan keseimbangan hidup pada anak.
“Di Cikal, kami punya yang namanya kesepakatan bersama. Nah, kesepakatan bersama itu, sifatnya bukan satu arah, bukan cuma peraturan sekolah. Tetapi, kami yakin perlu dilakukan sama-sama dan dihormati sama-sama di Cikal,” ucap Najelaa.
Selain itu, lanjut dia, Cikal juga melihat satu-satu,seperti apa saja tindakan yang mengganggu dan hal apa saja yang menunjukkan ketidakpedulian.
Dalam diskusi antara guru dan murid, menurut Najelaa, rambut itu dianggap sebagai sesuatu yang lebih pilihan pribadi.
“Jadi, tidak akan mengganggu orang lainkan kalau rambutnya gondrong atau rambutnya warna-warni? Selama itu disepakati sama-sama, maka peraturannya tidak akan berubah. Boleh gondrong, boleh dicat rambutnya di Cikal,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Cikal merupakan sekolah berbasis kompetensi pertama di Indonesia yang dinaungi oleh Yayasan Cinta Keluarga (Cikal).
Lebih dari 23 tahun usianya berdiri, kini Cikal sudah menguatkan komitmennya pada tiga lini pendidikan bagi anak-anak Indonesia.
Pertama, Rumah Main Cikal untuk jenjang Prasekolah. Kedua, Sekolah Cikal untuk jenjang taman kanak-kanak (TK) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA).
Ketiga, Pendidikan Inklusi Cikal, yaitu lini pendidikan inklusif yang menguatkan Cikal sebagai sekolah inklusi untuk mengoptimalkan pengembangan diri anak-anak berkebutuhan khusus.
Apabila ingin mengenal lebih dalam tentang cara Cikal menumbuhkan kompetensi dalam diri anak-anak didik, Anda bisa mengunjungi laman www.cikal.co.id dan atau melakukan visitasi ke Cikal melalui bit.ly/cikalcs.
Jangan lupa mengunjungi akun media sosial (medsos) Instagram Cikal @SekolahCikal, @RumahMainCikal, @PendidikanInklusiCikal.
https://edukasi.kompas.com/read/2023/03/27/173033971/lahirkan-pribadi-unggul-masa-depan-sekolah-cikal-terapkan-pendidikan