KOMPAS.com - Selama tiga hari, Kamis-Sabtu (27-29/4/2023), Stasiun Meteorologi BMKG Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memprediksi bahwa Yogyakarta dan wilayah lainnya di DIY berpotensi dilanda cuaca ekstrem.
Tak hanya diguyur hujan deras saja, cuaca ekstrem yang berpotensi terjadi berupa angin kencang dan petir.
Adapun penyebab cuaca ekstrem ini adalah Sirkulasi Siklonik di Samudera Hindia Barat Sumatera yang membentuk daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi yang terpantau memanjang melewati pulau Jawa.
Pakar dari UGM, Dr. Emilya Nurjani., S.Si., M.Si., menyitir dari BMKG dijelaskan bahwa cuaca ekstrem adalah kejadian fenomena alam yang tidak normal dan tidak lazim.
Tentu hal itu ditandai oleh kondisi curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara, dan jarak pandang yang dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta.
Ia mengatakan, ada banyak faktor yang memengaruhi munculnya cuaca ekstrem. Bergantung pada cuaca ekstrem seperti apa yang dimaksud, jika menyangkut penyebab hujan ekstrem atau hujan dengan intensitas di atas 100 mm/jam maka hal itu disebabkan oleh karena tingginya kelembapan.
Adanya gangguan atmosfer seperti badai musim dingin, front hangat atau dingin, siklon tropis.
"Kondisi udara hangat mengandung lebih banyak kelembapan apapun kelembapan salah satu faktor yang dapat menyebabkan hujan lebat. Lingkungan yang hangat secara langsung dapat berpotensi membentuk kejadian hujan ekstrem yang lebih sering," ujarnya dikutip dari laman UGM.
Akan tetapi jika menyangkut soal suhu panas atau cuaca panas, bisa jadi disebabkan oleh mulai memasuki musim panas/kemarau yang dipengaruhi oleh monsun.
Serta posisi matahari yang disebabkan oleh gerak semu matahari (ekuinoks), atau adanya gelombang panas yang ditandai adanya pusat tekanan tinggi yang terhambat masa udara di bagian lebih rendah.
Selain itu, cuaca dan iklim global dipengaruhi oleh atmosfer, hidrosfer, biosfer dan geosfer. Terjadinya perubahan yang ada di muka bumi ataupun yang jauh dari bumi akan memmengaruhi sistem iklim.
Tentu sebagai contoh faktor dari luar bumi yaitu jarak bumi dan matahari. Jarak bumi dan matahari yang jauh atau dekat akan memengaruhi iklim di bumi, bentuk lintasan bumi terhadap matahari (membulat atau elips) juga akan memengaruhi iklim di Bumi.
Sedang perubahan klim yang dialami saat ini diakui atau tidak karena salah satunya disebabkan oleh perubahan tutupan lahan atau alam berkurangnya lahan terbuka.
Diakuinya pula telah banyak solusi yang ditawarkan pemerintah baik berupa regulasi ataupun aksi nyata di masyarakat.
Meski begitu, hal itu masih memerlukan dukungan seluruh masyarakat. Tidak hanya masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat dunia terutama menyangkut soal untuk mitigasi atau antisipasi dampak yang mungkin terjadi.
Beberapa yang bisa dilakukan adalah melakukan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil. Termasuk bahan bakar fosil untuk sektor transportasi, energi maupun industri.
"Sistem pertanian pun diharapkan yang ramah lingkungan yaitu rendah emisi karbon, minim penggunaan air, dan senantiasa membiasakan menanam karena itu memberi pengaruh," jelasnya.
Jadi, mengantisipasi cuaca ekstrem sangat penting. Karena selain berdampak pada sektor ekonomi, cuaca ekstrem ini juga menimbulkan kerusakan lain bangunan, sarana prasarana, ataupun kendaraan.
"Padahal jika bisa mengantisipasi dan mengatasi terlebih jika tidak ada kerusakan maka dana yang ada bisa dialokasikan untuk sektor atau pembangunan yang lain," tandas dia.
https://edukasi.kompas.com/read/2023/04/28/113321871/pakar-ugm-banyak-faktor-jadi-penyebab-cuaca-ekstrem