KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjen Kebudayaan) Kemendikbudristek menggelar kegiatan pertukaran budaya bidang kuliner dengan Qatar melalui program "Culinary Journey".
"Culinary Journey" merupakan rangkaian program pertukaran budaya tahunan "Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture" yang telah berlangsung di tiga wilayah; Kota Jayapura (Papua) 19-24 Juni, Kota Medan (Sumatera Utara) 24-27 Juni, dan Bali pada 27 Juni – 2 Juli 2023.
Dua chef asal Qatar, Hassan Abdullah Alibrahim dan Noof Al Marri, secara langsung mengikuti proses pembuatan kuliner asli tanah air secara tradisional, sekaligus mengenalkan kuliner khas dari negara mereka.
Di Papua, chef asal Qatar diajak ke kampung yang terletak di perbatasan antara Papua dan Papua Nugini, yakni Skouw Sae. Di mana penduduknya masih merawat kearifan lokal dengan merawat makanan khas mereka yaitu Sagu.
Dan di Kota Medan dua chef asal Qatar dan chef ternama Indonesia keluaran MasterChef Indonesia mendalami serta dimanjakan dengan keunikan kuliner khas hasil peleburan berbagai budaya seperti Melayu, Tiongkok, India, Aceh, Minang, Jawa serta tradisional Batak.
Tidak lupa juga chef Qatar juga disuguhkan makanan tradisional Medan yang legendaris seperti Putu Bambu Sudi. Selain itu melakukan cooking demo Sago Qatar, puding tapioka tradisional Qatar yang dibumbui dengan kapulaga hijau, kunyit, dan air mawar.
Sedangkan untuk di Bali dua Chef Qatar dalami budaya yang dipadukan dengan adat dan agama di Taman Soekasada Ujung.
Tradisi Megibung yang dikenalkan oleh Raja Karangasem, tak lain adalah tradisi yang menumbuhkan rasa kebersamaan dengan mengesampingkan status sosial ini diteruskan hingga kini dan biasa dilakukan saat ada upacara adat dan keagamaan.
Memahami keragaman dan keunikan
Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid melalui rilis resmi (5/7/2023) menjelaskan, program Culinary Journey mengandung unsur nilai budaya dan sosial kemasyarakatan yang tinggi dan dilestarikan secara turun temurun.
"Keduanya bersama memperdalam pemahaman antara negara dan masyarakatnya, budaya, makanan dan pengalaman kuliner dari bagian timur hingga barat Nusantara untuk lebih memahami budaya masing-masing melalui masyarakatnya, makanan tradisional tiap daerahnya dan juga bahan-bahan yang digunakan dalam setiap masakan," jelas Hilmar.
Pemilihan lokasi Papua, Medan serta Bali pada rangkaian Culinary Journey ini, lanjut Hilmar, dipastikan bukan hanya mempunyai ragam kuliner, tetapi juga sarat akan nilai Budaya.
“Ini sebuah proses saling mengenal budaya, kebudayaan Indonesia dengan ekologi yang sangat variatif dan kebudayaan Qatar, ketika kita bicara pangan, ini tidak hanya soal makanan, namun juga tradisi-tradisi yang mengikutinya,” ucapnya.
Hilmar Farid berharap melalui Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture masing-masing negara dapat lebih mempererat persaudaraan, menggali dan lebih memahami keunikan dan
keragaman ini.
Dalam kesempatan sama, Sjamsul Hadi, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Ditjen Kebudayaan menjelaskan, kegiatan ini sekaligus menjadi ajang pengenalan filosofi budaya, norma dan kebiasaan masyarakat yang diwariskan dalam makanan, selain dari bahan-bahan utama dan cara memasaknya.
Bahkan disebutkan juga sebagai keragaman kuliner dapat berperan sebagai media paling cair untuk memperkenalkan aneka budaya, adat istiadat hingga nilai-nilai masyarakat agar mudah dicerna bangsa lain.
"Banyak mengandung arti kebudayaan dari kegiatan tersebut, salah satunya media komunikasi," tegas Syamsul Hadi.
Kekayaan pangan Papua, Medan, dan Bali
Kegiatan ini menghadirkan Hassan Abdullah Alibrahim “The Captain Chef” dari Qatar yang telah menjelajahi masakan restoran dan kaki lima di 175 kota di dunia, beserta Noof Al Marri, Chef ternama Qatar dengan spesialisasi masakan lokal Timur Tengah.
Sedangkan dari Indonesia dihadirkan Charles Toto, Chef Indonesia yang giat melestarikan masakan tradisional untuk bertukar ide dan mengenal masakan tradisional Papua.
Chef Hassan dipandu Chef Charles Toto mengunjungi sebuah desa di perbatasan Papua dan Papua Nugini, Skouw Sae, di mana penduduk masih merawat kearifan lokal dengan merawat makanan khas mereka, Sagu.
Bahkan warga Skouw Sae merayakan panen sagu dengan menggelar acara Sagu Festival yang rutin diadakan setiap tanggal 21 Juni untuk mempromosikan sagu sebagai makanan pokok di Papua.
Di sini, Chef Hassan ikut memanen sagu, memproses hingga mencicipi hidangan sagu yang disiapkan menggunakan cara tradisional Bakar Batu.
Bakar Batu yang merupakan salah satu tradisi penting di Papua yang berupa ritual memasak bersama-sama warga satu kampung. Tradisi ini bertujuan untuk bersyukur, perdamaian, silaturahmi.
Syamsul mengatakan kembali bahwa Kemendikbudristek sangat mengapresiasi kedatangan Chef Hassan dalam rangkaian program Culinary Journey ini ke Papua, khususnya dalam Sagu Festival.
“Hal ini lebih mendorong rasa percaya diri masyarakat Papua, khususnya generasi muda, agar lebih tahu proses bagaimana pengolahan sagu hingga proses pembuatan ragam makanan berbahan pokok sagu,” ujarnya.
“Saya acungkan jempol bagi masyarakat Papua dałam melestarikan sagu,” ujar Chef Hassan di sela-sela acara Sagu Festival kemarin. “Salut akan upaya Indonesia untuk melestarikan sagu menjadi tanaman berkelanjutan yang tepat untuk melestarikan bumi,” pungkasnya.
Chef Charles menambahkan, “senang sekali melihat antusiasme Chef Hassan dalam panen sagu ini. Beliau bukan hanya memotong pohon sagu, memarut sagu hingga membantu memasak menggunakan Bakar Batu, tetapi juga mengikuti tradisi kami menggunakan alat-alat tradisional."
"Bahkan juga ikut mencicipi ulat sagu yang biasa dikonsumsi sebagai sumber protein untuk masyarakat tradisional,” lanjutnya.
Para chef dari Qatar juga melakukan perkenalan makanan tradisional Qatar di SMKN 1 Jayapura. Para siswa disuguhi Madrouba, bubur ayam tradisional Qatar yang kaya akan rempah-rempah seperti kunyit, cengkeh, kapulaga hijau, jinten yang dibuat Chef Noof.
Selain itu Chef Hassan menyajikan Ayam Mashkhuol, Nasi Basmati Rempah yang dimasak dengan cara slow cook dengan bahan utama kayu manis, kapulaga hijau, saffron, air mawar, ketumbar dan lainnya yang biasa disajikan dengan selada dan saus tomat istimewa.
“Senang melihat antusiasme siswa-siswi SMKN 1 Jayapura. Kami berharap agar apa yang kami sajikan bisa memberikan inspirasi baru bagi mereka, para calon chef,” ujar Chef Noof.
Perjalanan para chef di Papua ini ditutup acara outdoor cooking di ekowisata burung Cendrawasih di Isyo Hills, Nimbokrang. Para chef akan bisa langsung melihat 28 spesies dari 30 spesies burung Cendrawasih yang ada di Indonesia.
Di kesempatan ini, Chef Hassan bersama dengan Chef Charles akan membuat hidangan manis dan gurih tradisional yang populer di Qatar, Balaleet yang merupakan pilihan sarapan yang populer.
Secara tradisional sajian khas Qatar ini terdiri dari bihun yang dimaniskan dengan gula, kapulaga hijau, air mawar, dan kunyit, dan disajikan dengan telur dadar di atasnya.
“Pada Culinary Journey ini, kami berusaha untuk menyajikan kayanya keanekaragaman hayati Indonesia. Di mulai di Papua, kami memperlihatkan sumber pangan lokal yang mempunyai biodiversitas flora tertinggi di dunia," jelas Santhi Serad, Koordinator Program untuk Iftar dan Culinary Journey.
Sedangkan Medan, lanjut Santhi, dipilih sebagai representasi dari pertemuan berbagai budaya seperti Melayu, Tiongkok, India, Aceh, Minang, Jawa serta tradisional Batak.
"Lalu kami juga ingin mengangkat tradisi masak bersama (Mebat) untuk menyiapkan makan bersama sebagai cerminan ikatan bekerja sama atau gotong royong antara orang yang menjamu dan masyarakat lainnya di Bali melalui acara Megibung,” tutupnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2023/07/05/214746671/culinary-journey-2023-dua-chef-qatar-nikmati-budaya-kuliner-medan-papua-dan