KOMPAS.com - Penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI bersama dengan United Nations Children's Fund (UNICEF), menyatakan 2 dari 3 remaja di usia 13-17 tahun pernah mendapat satu jenis kekerasan, salah satunya perundungan atau bullying.
Padahal, bullying dapat berdampak serius bagi perkembangan seorang remaja, seperti gangguan kesehatan mental hingga berdampak buruk bagi prestasi akademik.
Sayangnya, pada kebanyakan kasus, remaja korban bullying tidak mencari bantuan atau melaporkan perundungan yang mereka alami sehingga kondisi mental dan psikis mereka semakin memburuk.
Dilatarbelakangi permasalahan itu, tim PKM mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) menciptakan sebuah aplikasi berbasis web yang untuk pemulihan kesehatan mental remaja korban bullying, bernama REMEDY (Remaja Merdeka Bullying).
Aplikasi ini juga memberikan fasilitas perkembangan pasca trauma dan mempertemukan para korban bullying dengan psikolog secara mandiri.
Tim mahasiswa yang terdiri dari Anastasia, Akiraka Vijnanamaya, Nadhira Alifa Yusran, Hanna Azfa Sadida dari Fakultas Psikologi (FPsi) dan Adam Maurizio Winata dari Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) ini berhasil mendapatkan pendanaan dari Kemendikbud Ristek berkat inovasinya ini.
Pendanaan ini diterima melalui Program Kreativitas Mahasiswa Karya Cipta (PKM-KC) tahun 2023.
Beri pemulihan dengan pendekatan psikososial berbasis AI
Menurut Anastasia, ketua dari tim PKM ini, aplikasi REMEDY memberikan terapi tanpa obat-obatan dan menekankan pendekatan intervensi psikososial.
Aspek psikologisnya diwujudkan melalui dua fitur, Katalog Psikolog untuk mencari psikolog terdekat dan Sehat Pikiran meliputi aktivitas terapeutik seperti Musik dan relaksasi otot, jurnal harian, meditasi untuk mindfulness, dan menggambar doodle.
Lalu, aspek sosialnya ada pada fitur interaksi komunitas yang memungkinkan pengguna bertukar ide dengan pengguna lainnya. Juga mendapatkan pendampingan fasilitator untuk dukungan sosial serta emosional.
“Tidak hanya itu, individu yang tidak mengalami trauma akibat bullying juga bisa menggunakan aplikasi ini melalui fitur ‘Pemulihan’. Fitur ini berisi kegiatan-kegiatan untuk mengurangi stres dan memperbaiki kesehatan mental secara umum,” ucap Anastasia, yang dilansir dari laman Unair News, Selasa (12/09/2023).
Selanjutnya, Anastasia menjelaskan bahwa aplikasi ini juga menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) dan machine learning untuk menghasilkan treatment terbaik dengan meminimalisasi biaya.
Teknologi ini juga berperan dalam mengenali perubahan kondisi sebelum dan sesudah menerima treatment berdasarkan jawaban-jawaban pengguna.
Melalui REMEDY, tim mahasiswa ini berharap menjadi solusi perawatan yang fleksibel dan praktis bagi korban bullying. Lalu, juga bisa menjadi sarana untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi para ahli kesehatan jiwa.
“Tentunya, dengan inovasi ini kami juga berharap mahasiswa atau akademisi di Indonesia dapat mempertajam keterampilan serta terinspirasi untuk berinovasi dalam mengembangkan intervensi psikologis yang berintegrasi dengan kemajuan teknologi,” tambahnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2023/09/14/134511371/remedy-aplikasi-terapi-bagi-korban-bullying-karya-mahasiswa-unair