KOMPAS.com - Dalam tugasnya untuk mendidik dan mengajar murid, seorang guru kerap kali menemukan tantangan lantaran kondisi tiap murid yang berbeda-beda.
Setiap anak memiliki latar belakang, pengalaman, dan kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Beberapa murid tumbuh dalam kondisi yang serba berkecukupan dan ada dalam lingkungan penuh cinta kasih. Namun, sebagian ada yang tumbuh dalam lingkungan penuh keterbatasan.
Bisanya, anak yang tumbuh di lingkungan kurang ekonomi bahkan kasih sayang dari orangtua tumbuh menjadi anak yang kesulitan untuk menemukan kepercayaan diri, kurang bersemangat, susah diatur bahkan kerap minta perhatiannya berlebihan dengan cara membuat masalah. Tak jarang mereka menguji kesabaran guru maupun orangtua.
Anak-anak yang seperti ini, dinilai memerlukan kasih sayang dan dukungan yang lebih dari seorang guru.
Masalahnya, kondisi ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk menunjukkan rasa cinta kasihnya.
Praktisi pendidikan yang juga Founder Yayasan Guru Belajar, Najelaa Shihab menjelaskan bahwa anak-anak dengan kondisi seperti ini harus dihadapi dengan teknik memberdayakan.
“Jadi, teknik utama adalah memberdayakan. Bagaimana pengalaman di kelas, pengalaman di sekolah, itu jadi pengalaman di mana mereka kemudian bisa membuat pilihan-pilihan, merasa didengarkan, punya tempat yang aman, punya lingkungan yang nyaman, dan sebagainya," jelas Najelaa di Kemendikbud, Sabtu (16/09/2023).
Anak-anak yang ada dalam kondisi ini, terang Najelaa, jarang mendapatkan hal-hal tersebut. Mereka biasanya tidak didengarkan dan berhadapan dengan pola pengasuhan yang penuh tekanan dan kekerasan.
"Teknik ini sebenarnya kembali pada bagaimana cara untuk memanusiakan manusia, yang merupakan pondasi awal dalam berinteraksi dengan anak-anak dari usia berapa pun," ujarnya.
Menurutnya, jika membicarakan anak-anak yang memiliki sejumlah keterbatasan, rasa utama yang muncul dalam diri mereka sebenarnya adalah ketidakberdayaan.
Terlebih, sebagai anak-anak perasaan ini akan menjadi sangat berat karena mereka belum memiliki pengalaman untuk melewati masa sulit itu. Akibatnya, kepercayaan diri mereka akan semakin menurun.
“Nah, yang susah biasanya yang paling butuh dicintai itu biasanya yang cara meminta cintanya itu paling menyebalkan. Karena paling tidak tahu, paling tidak punya pengalaman, paling tidak merasa aman. Sehingga seringkali anak-anak seperti ini juga menjadi tantangan terbesar bagi guru-gurunya,” ucapnya.
Kondisi ini jadi tantangan besar bagi guru
Dalam menghadapi anak-anak seperti itu, Najelaa mengatakan guru harus memiliki kesabaran ekstra dan mengerti bahwa sebenarnya mereka membutuhkan cinta kasih walau terlihat menolak.
Reaksi anak yang terlihat menutup diri bukan karena mereka tidak ingin menjalin hubungan emosional dengan gurunya, melainkan karena membawa pengalaman traumatis atau penuh tekanan sebelumnya.
Oleh karena itu, konsistensi dalam menunjukkan sikap positif, mendukung, dan memberikan kasih sayang adalah kunci untuk membangun hubungan yang mendalam dengan mereka.
“Satu komentar positif, satu orang yang membela dalam satu peristiwa, itu bisa menjadi memori yang diulang-ulang terus dalam kondisi susah. Jadi sangat amat bermakna semua interaksi yang terjadi dalam setiap hari,” tambahnya.
Dengan memberikan kasih sayang dan dukungan yang konsisten, guru dapat membantu anak-anak ini merasa dihargai dan terinspirasi untuk menghadapi kehidupan dengan semangat.
https://edukasi.kompas.com/read/2023/09/18/132149271/menurut-pakar-ini-tanda-anak-kurang-kasih-sayang-dan-cara-menghadapinya