KOMPAS.com - Sumbu Kosmologis di Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Penetapan ini diumumkan pada pertemuan Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee/WHC) Unesco ke-45, pada 18 September 2023 di Riyadh, Saudi Arabia.
Dalam pertemuan tersebut, dibahas juga 53 nominasi yang terdiri dari kategori budaya, alam, dan campuran.
Duta Besar dan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO, Ismunandar mengatakan hal ini merupakan kabar yang bagus.
"Alhamdulillah sidang agenda Yogya berlangsung lancar. Hasil evaluasi dari Tim Ahli UNESCO merekomendasikan baik nominasi Indonesia, dan sidang Komite Warisan Dunia UNESCO secara aklamasi merekomendasikan Sumbu Kosmologi Yogya diinskripsi," ujarnya, dilansir dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Kemendikbud Ristek.
Sumbu Kosmologis Yogyakarta, atau yang sering disebut sumbu filosofis Yogyakarta dan Penanda Bersejarahnya menjadi warisan dunia Unesco ke-6 di Indonesia pada kategori budaya.
Sebelumnya, UNESCO telah menetapkan 5 warisan budaya Indonesia. Antara lain Kompleks Candi Borobudur dan Kompleks Candi Prambanan pada tahun 1991. Lalu Situs Prasejarah Sangiran pada tahun 1996, Sistem Subak sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana pada tahun 2012, dan Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto pada tahun 2019 lalu.
Apa itu Sumbu Kosmologis Yogyakarta?
Sumbu Kosmologis Yogyakarta merupakan sumbu imajiner yang terbentang sepanjang 6 KM dari utara ke selatan.
Sumbu filosofis ini meliputi kompleks Keraton, sejumlah bangunan bersejarah, dan monumen yang menjadi simbol pertukaran antara sistem kepercayaan dan nilai.
Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah sumbu imajiner berbentuk garis lurus yang ditarik dari Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Pal Putih atau Tugu Yogyakarta.
Dikutip dari laman Kemendikbud, Sumbu Filosofi berkaitan erat dengan pembangunan Yogyakarta yang dirancang Sultan Hamengkubuwono I menggunakan landasan filosofi sangat tinggi.
Secara simbolis filosofis poros imajiner ini juga melambangkan keselarasan dan keseimbangan
hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia maupun manusia dengan alam.
Sementara penetapan Sumbu Kosmologis Yogyakarta berdasarkan pada pemenuhan kriteria-kriteria UNESCO.
Terutama kriteria II yang menunjukkan adanya pertukaran nilai dan gagasan penting antara berbagai sistem kepercayaan seperti animisme, Hindu, Buddha, Islam Sufi, dan pengaruh dari Barat.
Di samping itu, juga dianggap memenuhi kriteria III di mana Sumbu Filosofi Yogyakarta memberikan kesaksian yang luar biasa terhadap peradaban Jawa dan tradisi budaya yang hidup setelah abad ke-18.
Sidang penetapan ini dihadiri oleh Duta Besar LBBP RI untuk Arab Saudi, Abdul Aziz Ahmad, didampingi oleh Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Ismunandar, Wakil Gubernur D.I. Yogyakarta, Paku Alam X, dan delegasi Indonesia lainnya.
Pada sambutannya, Duta Besar LBBP RI untuk Arab Saudi, Abdul Aziz menyampaikan rasa terima kasih dan bangga atas ditetapkannya Sumbu Kosmologis Yogyakarta yang merupakan perpaduan antara atribut benda dan takbenda.
Menurut Abdul Aziz, warisan yang telah ditetapkan perlu terus dijaga dengan baik dan diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Sementara itu, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Paku Alam X, menyatakan bahwa sumbu kosmologis ini merupakan warisan peradaban masyarakat Jawa yang telah berkembang sejak abad ke-18.
“Ini merupakan wujud konsep filosofis Jawa yang kompleks tentang keberadaan manusia”, ujar Paku Alam X.
Paku Alam X mengatakan lebih dari 3 dekade, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat telah menjadi episentrum peradaban masyarakat Jawa.
"Menembus beragam tradisi dan praktek kebudayaan, seperti di dalam pemerintahan, hukum adat, kesenian, literatur, festival, dan upacara ritual," tambahnya.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Hilmar Farid menyampaikan bahwa pengusulan Sumbu Kosmologis Yogyakarta dan Penanda Bersejarahnya sudah dimulai sejak 2014.
Pemprov DIY bersama Ditjen Kebudayaan dan para pemangku kepentingan lainnya meneliti, membahas, dan menetapkan nilai penting universal dari Sumbu Kosmologis Yogyakarta, dan penanda bersejarahnya.
Hilmar Farid menambahkan bahwa atribut yang masuk dalam Penanda Bersejarah tersebut antara lain:
https://edukasi.kompas.com/read/2023/09/20/153000571/mengenal-sumbu-kosmologis-yogyakarta-yang-jadi-warisan-budaya-dunia