Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Siswa, Seperti Ini Sejarah Tanam Paksa

KOMPAS.com - Siswa yang sedang belajar tentang sejarah tanam paksa, tentu harus melihat ke belakang yakni pada tahun 1847.

Pada masa penjajahan Belanda atau pemerintahan Hindia Belanda dulu menerapkan sistem tanam paksa pada 1847 yang dipelopori oleh Johannes Van Den Bosch.

Dulu, Van Den Bosch menjabat sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda. Adapun sistem tanam paksa mewajibkan penanaman tanaman ekspor yang laku di pasaran.

Tak hanya itu saja, rakyat juga dipaksa menyerahkan hasil tanam hanya kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda saja.

Selain diterapkan di Jawa, sistem tanam paksa juga diterapkan di Minahasa, Lampung dan Palembang.

Dilansir dari laman resmi SMAN 13 Semarang, berikut ini sejarah tanam paksa yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda.

Sejarah tanam paksa

Latar belakang tanam paksa

Tentu ada beberapa hal yang melatarbelakangi kebijakan tanam paksa oleh pemerintah Hindia Belanda, yakni:

1. Belanda mengalami krisis ekonomi pasca kejayaan Napoleon Bonaparte (1803-1815) di Eropa

2. Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang menyebabkan pemisahan wilayah pada tahun 1830

3. Besarnya biaya untuk menumpas Pemberontakan Diponegoro (Perang Jawa)

4. Kas Belanda kosong dan utang Belanda yang sangat banyak

5. Pemasukan dari penanaman kopi tidak cukup untuk menutupi kekosongan keuangan

6. Kegagalan praktik liberalisasi dalam mengeruk keuntungan tanah jajahan Hindia Belanda

Aturan tanam paksa

Adapun dari berbagai latar belakang di atas, pada akhirnya gubernur jenderal Van Den Bosch memutuskan untuk melaksanakan tanam paksa. Berikut adalah ketentuan dari tanam paksa:

1. Diadakan persetujuan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian tanah untuk ditanam tanaman ekspor

2. Tanah yang disediakan tidak melebihi seperlima dari tanah yang dimiliki

3. Pekerjaan tanaman tidak melebihi pekerjaan untuk menanam padi (3-4 bulan)

4. Tanaman yang disediakan penduduk bebas dari pajak tanah

5. Harga tanaman disesuaikan dengan harga dari pemerintah kolonial

6. Kegagalan panen ditanggung pemerintah

7. Bagi yang tidak memiliki tanah, maka diharuskan bekerja di perkebunan atau pabrik milik pemerintah sleama tidak lebih dari 65 hari dalam setahun

8. Pelaksanaan tanam paksa diwakili pemimpin pribumi. Pegawai Eropa hanya sebagai pengawas secara umum.

Penyimpangan tanam paksa

Meski secara umum aturan yang dibuat pemerintah kolonial Hindia Belanda tidaklah memberatkan pribumi. Namun, di lapangan banyak penyimpangan yang dilakukan sehingga praktek tanam paksa menjadi sangat memberatkan pribumi.

Berikut adalah praktek penyimpangan tersebut:

  1. Jatah tanah untuk tanam paksa melebihi seperlima dari tanah garapan dan melebihi apabila tanahnya tidak subur
  2. Rakyat lebih banyak mencurahkan pada tanaman ekspor sehingga ladang miliknya terbengkalai
  3. Rakyat yang tidak memiliki tanah bekerja melebihi ketentuan seperlima tahun.
  4. Waktu pekerjaan tanam paksa melebihi batas waktu tanam padi (3 bulan) karena perkebunan memerlukan perawatan yang terus menerus.
  5. Kegagalan panen dibebankan kepada pemilik tanah
  6. Adanya aturan cultuurprocenten (bonus kepada pemimpin pribumi yang melebihi ketentuan) yang semakin memberatkan pemilik tanah

Tentunya dengan adanya penyimpangan tersebut semakin memberatkan rakyat. Sehingga terjadi kelaparan dan gagal panen.

Tak hanya itu saja, muncul wabah penyakit akibat banyaknya kematian lantaran kelaparan sehingga jumlah penduduk menurun tajam.

Penghapusan tanam paksa

Lantaran sistem tanam paksa mendapatkan banyak kecaman, salah satu tokoh yang mengecam adalah Douwes Dekker dalam tulisannya yang menyamar sebagai Multatuli.

Douwes Dekker menulis buku berjudul Max Havelaar yang berisi tentang tuntutan kepada pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan rakyat Hindia Belanda karena Hindia Belanda berdiri karena hasil dari keringat rakyat pribumi.

https://edukasi.kompas.com/read/2023/09/27/091900671/siswa-seperti-ini-sejarah-tanam-paksa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke