KOMPAS.com - Pembajakan merupakan tindakan yang melanggar hak kekayaan intelektual dari pembuat karya. Pembajakan dapat terjadi pada film, buku, novel, dan lainnya.
Banyak pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dengan melakukan pembajakan dan menjual produk tersebut di marketplace. Tindakan tersebut sangat merugikan pencipta karya yang sudah bersusah payah membuat karya dan mencari ide.
Ingin mengajak masyarakat untuk lebih waspada terhadap karya bajakan, Festival Pustaka Sastra mengajak sejumlah penulis berbagi cerita dan pandangannya.
Salah satu narasumber yang hadir adalah Dee Lestari, seorang penulis buku. Ia mengatakan bahwa tindakan pembajakan melukai hati para penulis, karena menciptakan karya tidak mudah dan setiap karya sudah dianggap seperti anak sendiri.
"Pembajakan ini adalah salah satu isu yang paling besar bagi penulis. Kadang penulis sudah mencapai titik putus asa karena pembajakan ini tidak pernah berakhir gitu. Selalu ada pembajak yang lebih lihai," ujar Dee di Festival Pustaka Sastra yang digelar Rabu (25/10/2023) di Habitate Jakarta.
Menurutnya, semua jenis buku mengalami pembajakan tetapi buku fiksi menjadi genre buku yang paling sering dibajak.
Saat ini, pembajakan juga semakin canggih dan bisa dilakukan dengan berbagai cara baik secara fisik maupun digital.
"Tahun 2018, saya menerbitkan buku berjudul “Aroma Karsa” dan baru terbit dua hari sudah banyak bajakannya di marketplace," ujar Dee.
Mirisnya, masih banyak masyarakat yang tidak bisa membedakan mana buku asli dan buku palsu. Masyarakat terkecoh dengan harga buku yang ditawarkan sangat murah sehingga tertarik untuk membeli.
"Pembajak juga semakin pintar dalam mengemas produknya, entah dinamakan produk original atau produk menyerupai asli," ujar Dee.
Pemberantasan pembajakan memang tidak bisa dilakukan sendiri, tapi perlu kerjasama berbagai pihak seperti penulis, pemerintah, penerbit, dan lainnya.
"Saya percaya memang dibutuhkan waktu, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi, jika sudah ada inisiatif dari para pendukung ekosistem perbukuan Indonesia. Saya berharap dapat mengurangi pembajakan khususnya buku," ujar Dee.
Dee juga mengatakan bahwa banyak pembaca yang sekedar beli buku karena bukunya sedang ramai di bicarakan.
"Saya pernah diminta tanda tangan buku, saya lihat ini kertasnya beda terus cetakannya lain. Lalu, saya menyadari bahwa buku tersebut bajakan. Saya tidak jadi tanda tangan di buku itu dan saya kasih tau kepada orang tersebut kalau bukunya tidak asli. Dia kaget dan baru tahu kalau bukunya palsu," ujar Dee.
Menurut Dee, salah satu ciri buku asli adalah memiliki nomor ISBN. Selain itu, ada dua tips untuk menghindari pembelian buku bajakan seperti harus membeli di toko buku resmi atau toko official di market place dan jangan langsung membeli buku jika harganya sangat murah.
"Penulis tidak minta macam-macam, tapi kami cuma minta satu yaitu beli karya kami yang asli," ujar Dee.
https://edukasi.kompas.com/read/2023/10/26/190000271/dee-lestari--pembajakan-buku-melukai-hati-penulis-