KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) untuk bertindak tegas terhadap peredaran game online yang terbukti memberikan dampak buruk terhadap anak.
“Sudah seharusnya Kemenkominfo segera bertindak. Keluarkan regulasi untuk membatasi anak-anak menggunakan game online, terutama yang menjurus kekerasan dan seksualitas,” kata Komisioner KPAI, Kawiyan, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (8/4/2024).
Kawiyan menilai, sudah banyak kasus yang terjadi akibat dampak game online ke anak, mulai dari kasus pornografi anak di Bandara Soekarno-Hatta yang dalam perkembangannya diduga sebagai kejahatan perdagangan orang.
“Selain kasus tersebut, ada kasus lain, misalnya anak membunuh orangtuanya. Semua berawal dari game online,” tambahnya.
Kawiyan meminta Kemenkominfo segera menerbitkan aturan, termasuk memblokir game online yang mengandung kekerasan dan seksualitas atau membatasi penggunaan game online.
“Kemenkominfo harus tegas, blokir atau batasi. Selain itu, peran keluarga dan sekolah juga harus ditingkatkan, orangtua harus ketat mengawasi anak-anak saat main game online,” ujarnya.
Ia menilai, game-game online yang beredar saat ini yang dimaksud adalah game perang-perangan.
“Banyak dampak negatif bagi anak-anak. Sekarang ini, banyak anak-anak spontan berkata kasar karena kalah dan menang permainan game online. Ini berbahaya,” ujarnya lagi.
Selain itu, KPAI juga meminta perusahaan game tersebut ikut bertanggung jawab terhadap dampak buruk yang ditimbulkan ke anak-anak karena memainkan game tersebut.
“Dampak buruknya sudah banyak, jadi pemerintah dan kita semua jangan anggap enteng masalah ini,” tandasnya.
Sederet ancaman
Psikolog Fabiola Audrey Najoan mengungkapkan, banyak permainan yang disukai anak-anak memaparkan atau bahkan memiliki misi-misi kekerasan yang harus diselesaikan.
Anak-anak yang belum memiliki pemahaman kuat terkait perilaku terpuji dan tidak terpuji, sangat tidak dianjurkan untuk memainkan permainan seperti ini. Selain sarat akan kekerasan, ada pula permainan online ataupun offline yang tanpa disadari bermuatan seksual.
“Apalagi, permainan online disertai chat room. Mereka bisa berinteraksi dengan kawan atau orang asing. Keamanan anak-anak perlu diwaspadai karena tidak bisa dipungkiri, banyak sekali predator yang mungkin mengintai,” ujar Fabiola.
Fabiola mengistilahkan hal itu sebagai Child Grooming, di mana predator seksual akan mengimingi anak-anak dengan beberapa hal yang mereka suka. Salah satunya, gift dalam permainan online untuk memancing rasa percaya dan nyaman dari anak.
"Setelah anak merasa nyaman, barulah mereka melancarkan aksinya seperti yang baru-baru ini terjadi (kejahatan seksual di Bandara Soekarno-Hatta),” tambahnya.
Fabiola menginfokan bahwa anak-anak tidak dianjurkan untuk memainkan game-game tersebut karena umumnya mereka adalah peniru. Mereka akan mengamati tindakan-tindakan kekerasan dalam game tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Hal ini akan memengaruhi tumbuh kembang anak, mulai dari emosi, perilaku dan kognitifnya. Kami sarankann game dengan unsur kekerasan seperti itu baru boleh diberikan pada anak usia 13 tahun dengan durasi permainan maksimal 30 menit per hari,” ujarnya.
Lagi, Fabiola meminta pemeritah untuk menaruh perhatian lebih pada permasalahan tersebut dan memperketat aturan penggunaan game online terhadap anak. Selain itu, ia tak menampik peran orangtua yang juga vital.
“Butuh peran serta dari pemerintah untuk lebih ketat dalam membatasi akses permainan ini. Namun yang terutama tetap kontrol dan pengawasan orangtua. Banyak sekali saya jumpai, orangtua pun sibuk dengan gadget-nya dan menjadikan gadget sebagai jalan pintas supaya anak-anaknya tenang," imbauhnya.
Karenanya, ia berpesan pada orangtua untuk lebih banyak berinteraksi dengan anak.
"Hal yang anak-anak ini butuhkan adalah interaksi antara orangtua,” ujarnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2024/04/08/225257571/kpai-minta-kemenkominfo-blokir-game-online-berbau-kekerasan