JAKARTA, KOMPAS.com - Tirai merah beludru ruang teater Ciputra Artpreneur sore itu masih tertutup rapat. Cahaya lampu panggung dari sela-sela tirai memperlihatkan bayangan samar, seakan memberi petunjuk teater sebentar lagi dimulai.
Bisikan-bisikan pun terdengar dari bangku penonton yang antusias melihat aksi pelajar Sekolah Cikal Serpong bermain peran dalam selebrasi tahunan Playground of Cikal di Ciputra Artpreneur Jakarta, Sabtu (15/2/2024).
Tahun ini, Playground of Cikal mengusung budaya Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan tajuk utama "Playground of Nusa Nipa (POPA)".
Saat tirai dibuka, penonton dibuat kagum serta bersorak menyaksikan gerakan tari murid-murid Sekolah Cikal yang lincah. Sejumlah orangtua murid pun seakan terhipnotis menyaksikan buah hati mereka menghayati peran dengan apik kisah legendaris dari Tana Modo di Flores, NTT.
Ratusan murid Sekolah Cikal jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), serta sekolah menengah atas (SMA), sukses membawakan cerita legenda suku Ato Modo.
Untuk diketahui, pertunjukan teater musikal POPA merupakan bagian dari Playground of Cikal yang rutin digelar setiap tahun sejak 2009.
POPA menjadi selebrasi pembelajaran murid Sekolah Cikal di tiga kota, yakni Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Di Jakarta sendiri, pertunjukan tersebut dihadirkan oleh Sekolah Cikal Lebak Bulus, Sekolah Cikal Serpong, dan Sekolah Cikal Amri Setu.
Secara garis besar, penyelenggaraan Playground of Cikal terdiri atas tiga pilar, yaitu seni dan budaya (arts and culture), donasi (charity), serta pertunjukkan dan pameran karya hasil belajar anak (learning showcase).
Setiap tahun, acara tersebut selalu mengambil nama daerah di Indonesia sebagai tajuk besarnya. Keputusan ini menyesuaikan dengan program-program pemerintah.
Tahun ini, Playground of Cikal mengangkat kisah legenda suku Ato Modo, Flores tentang Ora, seekor komodo yang lahir dari manusia. Ibunya, Epa, melahirkan dua anak—satu berbentuk manusia dan satu komodo. Namun, sang Ayah hanya menerima anak manusia dan meninggalkan Ora di hutan.
Meski terpisah, legenda ini menggambarkan hubungan erat antara manusia dan komodo di Flores, serta kepercayaan bahwa komodo adalah saudara tua yang harus dihormati dan dilindungi.
Head of School Cikal, Tari Sandjojo, mengatakan, budaya Flores dipilih didorong oleh antusiasme dari seluruh komunitas Cikal untuk mengenal lebih dalam budaya di Timur Indonesia
Menurutnya, keunikan budaya yang benar-benar berbeda dari pengalaman anak-anak sebelumnya dapat memberikan pengalaman yang luar biasa bagi anak-anak di Sekolah Cikal.
“Pemilihan Flores dan tajuk Playground of Nusa Nipa kami pilih dan dedikasikan untuk mengajak seluruh murid, dan komunitas Cikal untuk mengenal budaya Indonesia yang lebih unik di Timur Indonesia dan memberikan pengalaman seni dan budaya bagi anak-anak secara berbeda, totally different, yakni budaya Flores,” ujar Tari kepada Kompas.com, Sabtu.
Pada kesempatan sama, Executive Principal Sekolah Cikal Serpong, Rosmayanti Mutiara mengatakan, Sekolah Cikal setiap tahun mengangkat budaya Indonesia agar murid-murid lebih mengenal kekayaan budaya Nusantara di berbagai daerah.
Dari segi nilai moral, lanjut Rosmayanti, pertunjukan tahun ini mengajarkan kasih sayang, kepercayaan, dan bagaimana menghargai perbedaan. Setiap murid belajar bahwa meskipun berbeda, mereka tetap bisa bekerja sama dan saling membantu.
"Seperti dalam cerita tentang komodo dan manusia yang ternyata adalah saudara, mereka tidak saling membenci, tetapi justru saling melindungi. Ini menjadi refleksi bagi kita semua tentang pentingnya kebersamaan dalam keberagaman," terang Rosmayanti.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga mengintegrasikan tema Flores ke dalam pembelajaran di berbagai mata pelajaran.
Misalnya, pelajaran matematika divisualisasikan dalam bentuk bangunan khas Flores, sehingga anak-anak tidak hanya belajar teori, tetapi juga memahami aplikasinya dalam kehidupan nyata.
"Dengan cara tersebut, murid bisa memahami bahwa budaya dan ilmu pengetahuan saling berkaitan," tambahnya.
Elaborasi budaya dalam sistem belajar
Kisah Ora dalam teater tersebut membuka kesempatan bagi setiap murid untuk mengeksplorasi tradisi Flores, baik dari segi nilai budaya maupun masyarakat.
Hal itu diamini Precha Elga Budi, orangtua dari Cut Nadya Athaya yang berperan sebagai narator teater Playground of Nusa Nipa.
“Playground of Cikal selalu diadakan setiap tahun dan memberi kesempatan bagi semua anak untuk ikut serta mengeksplorasi tema dan budaya yang diangkat. Untuk anak saya sendiri, saya berusaha mendorongnya agar berani mencoba, setidaknya mengikuti audisi. Saya sebagai orangtua tentu senang melihatnya bisa mengambil kesempatan ini,” kata Precha.
Setali tiga uang dengan Precha, Sari Soegondo, orangtua dari Btari Elizakinanti yang memerankan karakter Naya, mengapresiasi upaya Sekolah Cikal menerapkan metode tematik integratif.
Menurutnya, perbedaan tema yang diusung setiap tahun memberi warna tidak hanya dari sisi pertunjukan, tetapi juga setiap kegiatan belajar di sekolah.
"(Berkat tematik integratif), anak-anak dan juga orangtua ikut belajar dari tema yang diangkat. Ini pengalaman yang luar biasa karena membuat kami lebih terpapar dengan budaya dan pengetahuan baru setiap tahunnya," ujar Sari.
Sari berharap, Playground of Cikal senantiasa menjadi signature event dari sekolah Cikal.
"Ini bukan hanya ajang untuk menampilkan seni budaya, tetapi juga menjadi sarana belajar tentang kearifan lokal dengan cara yang lebih menarik. Meski ceritanya kadang dikemas lebih pop agar lebih relatable, nilai-nilai budaya tetap bisa tersampaikan," jelasnya.
Sementara itu, para murid Sekolah Cikal mengaku keikutsertaan mereka dalam Playground of Nusa Nipa (POPA), telah membawa pengalaman tersendiri tak terlupakan. Hal ini diamini Athaya.
Dalam persiapannya, Athaya mengaku antusias didapuk sebagai narrator dalam gelaran Playground of Nusa Nipa. Meski sempat gugup dan ragu, ia berhasil lolos audisi dan terpilih sebagai narator.
"Tahun lalu aku hanya menjadi penari, belum mendapatkan peran yang besar. Namun, tahun ini aku ingin mencoba sesuatu yang baru, berani menghadapi tantangan, dan keluar dari zona nyaman," kata Athaya.
Hal senada diungkapkan pula oleh Btari yang kebagian sebagai pemeran utama dengan karakter Naya.
Bagi murid kelas 6 SD Sekolah Cikal itu, tantangan terbesar saat harus menangis pada beberapa adegan.
"Aku benar-benar nggak bisa mengeluarkan air mata, bingung banget. Tapi akhirnya aku diajari triknya, ternyata nggak sesulit yang aku bayangkan. Dari pertunjukan ini pula aku belajar pentingnya nilai kepedulian dengan orang lain," sambungnya.
Perbaikan sekolah di Flores
Untuk diketahui, Playground of Cikal sendiri merupakan salah satu wujud nyata dari kompetensi 5 Bintang Cikal, yaitu pelajar merdeka, pribadi Bahagia dan bijak, pemikir terlatih dan efektif, individu berwawasan luas dan berfisik sehat, serta warga dunia yang berdaya untuk mewujudkan masyarakat berkeadilan, berkelanjutan, dan damai.
Adapun lewat POPA, Sekolah Cikal berkomitmen untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan pada sekolah-sekolah yang membutuhkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Komitmen tersebut diwujudkan lewat kegiatan pengumpulan donasi dan rangkaian kegiatan lelang karya-karya murid Cikal (Auction), berbagai kegiatan Road to Playground, serta pembelian pernak-pernik Playground of Nusa Nipa yang juga dibuat dari karya-karya anak.
Berkolaborasi dengan Yayasan Guru Belajar dan kitabisa.com, Sekolah Cikal akan menyalurkan dana pengembangan infrastruktur sekolah, antara lain SD Inpress Belanggo, SMAN Pulau Ende, dan SMKN 7 Ende.
Untuk kenal lebih dalam Sekolah Cikal, mulai dari pembelajaran, kurikulum, cara pengembangan diri anak, pendidikan inklusi, hingga biaya pendidikan, hubungi Cikal Support Centre di nomor 0811 1051 1178 atau klik tautan berikut.
https://edukasi.kompas.com/read/2025/02/18/190211071/angkat-cerita-ora-si-komodo-flores-playground-of-nusa-nipa-sekolah-cikal