Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Dihabisi, Banjir Makin Menjadi-jadi

Kompas.com - 20/09/2008, 07:20 WIB

Di Kalbar, banjir terparah justru terjadi bulan September yang melanda tiga kabupaten, yakni Kapuas Hulu, Sintang, dan Melawi. Banjir yang paling parah, berdasarkan laporan, terjadi di Kabupaten Melawi karena merendam 10.000 rumah yang dihuni sekitar 50.000 warga. Sebagian dari mereka terisolasi selama sepekan akibat kepungan banjir.

Banjir di Kalimantan ternyata tidak hanya terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Berdasarkan catatan Kompas, selama sembilan bulan dalam tahun 2008 hampir setiap bulan terjadi banjir. Hanya bulan Februari dan Mei yang tidak ada laporan banjir.

Kondisi ini membuktikan bahwa banjir di Kalimantan bukan sekadar besaran curah hujan lagi sebab kalau itu masalahnya, dari dulu orang di sini telah mengantisipasi dengan mendirikan rumah panggung. Yang terjadi justru ini adalah buah dari kerusakan alam semakin parah. Kondisi ini setidaknya diakui Gubernur Kalsel Rudy Ariffin saat rapat mitigasi bencana beberapa waktu lalu di Banjarmasin, Kalsel.

Kondisi kerusakan lingkungan yang paling masif adalah terus berlangsungnya pembabatan hutan. Pada Januari-Februari di Kalbar, misalnya, digemparkan dengan penangkapan 34.500 batang kayu log ilegal di Sungai Kapuas. Kayu-kayu itu diklaim hasil tebangan sekitar 800 warga Kabupaten Kapuas Hulu. Tangkapan kayu itu merupakan yang terbesar sekaligus melibatkan pelaku terbanyak dalam sejarah penangkapan pembalakan liar di Kalbar.

”Kami terpaksa menebang kayu di sekitar Sungai Kapuas untuk bertahan hidup setelah hampir sebulan pada Desember 2007 desa kami tergenang banjir hingga 4 meter. Gara-gara terendam banjir, ladang kami gagal panen, menoreh getah karet tidak bisa, mencari ikan juga sulit,” kata Jor (30), warga Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, yang ditemui beberapa waktu lalu.

Pembabatan hutan secara ilegal tidak hanya dilakukan warga di Kabupaten Ketapang, Kalbar, tetapi juga melibatkan pejabat dinas kehutanan dan kepolisian setempat. Jaringan perdagangan pun tidak hanya untuk kebutuhan lokal, tetapi juga untuk penyelundupan kayu ke Malaysia.

Tebang pohon

Menebang pohon untuk bertahan hidup pada saat banjir sudah menjadi mekanisme bertahan hidup turun-temurun masyarakat yang bermukim di daerah aliran Sungai Kapuas. Semakin tinggi dan lama banjir itu merendam permukiman dan ladang penduduk, hampir dipastikan semakin banyak pula kayu yang ditebang.

Memanfaatkan banjir untuk memilirkan kayu-kayu itu tidak hanya dilakukan rakyat, tetapi juga perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH). Cara ini ditempuh hampir di semua daerah aliran sungai (DAS) Kalimantan dan berlangsung puluhan tahun karena biayanya paling murah. Cara inilah yang dikenal banjir kap.

Semakin banyak kayu di DAS Kapuas yang ditebang, ini berarti semakin besar pula potensi banjir dengan frekuensi dan intensitas yang lebih banyak. Bencana banjir di Kalbar yang beberapa kali berlangsung dalam dua tahun terakhir ini setidaknya membuktikan hipotesis itu.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau