Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitta Rosette Taufik, Konsultan Analisis Tulisan Tangan

Kompas.com - 18/12/2008, 10:17 WIB

Kebanyakan klien saya dari Jakarta, tapi ada juga dari Bandung, Magelang, Pekanbaru, dan sebagainya. Saya juga diminta menangani anak-anak korban kekerasan di sebuah lembaga perlindungan anak. Tulisan mereka khas, lho. Ini bisa terlihat antara lain ketika menulis huruf yang punya lower zone, misalnya huruf g. Ketika mereka menulis huruf g, bagian bawahnya berbentuk segitiga.

Mengapa mereka bisa punya ciri khas seperti itu?
Karena mereka punya cara berpikir yang sama. Orang-orang yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya juga akan terlihat jelas cara berpikirnya lewat tulisan. Oh ya, kalau menangani klien anak-anak dalam keluarga, saya juga minta tulisan orangtuanya, terutama ibunya, juga ikut dianalisis. Karena, perilaku orangtua juga ikut menentukan keberhasilan si anak. Bagaimana bisa membantu anaknya, kalau si ibu tidak mengenali jati diri dan potensinya sendiri? Memang, sebaiknya seluruh keluarga dianalisis sehingga perilaku komunikasi keluarga bisa terjembatani sekaligus. Jadi, mereka punya "bahasa yang sama" dalam berkomunikasi dengan anggota keluarga.

Bisa diberi contoh kasus?
Seorang anak SMP nilainya di sekolah tak pernah lebih dari angka enam. Padahal ia berasal dari keluarga besar yang pandai. Oleh orang tuanya, dia diikutkan banyak les mata pelajaran. Setelah saya cek, ternyata dia punya hubungan yang buruk dengan ibunya. Dari hasil tulisan tangannya terlihat si anak punya self critic yang tinggi. Jadi, tanpa harus diingatkan, dia akan memperbaiki dirinya sendiri.
Namun, ibunya tipe orang yang terus-menerus menasihati. Jadi, tiap ibunya ada di dekatnya, dia akan pindah ke ruang lain, karena ibunya biasanya akan menasihati panjang lebar. Setelah diterapi, termasuk dihentikan separuh lesnya, prestasinya meningkat pesat. Dari pengalaman saya, kalau anak dan orang tua sama-sama berpartisipasi aktif dalam terapi, hasilnya sangat signifikan.

Omong-omong, mengapa tertarik mempelajari grafologi?
Lulus dari Jurusan Sastra Prancis di Universitas Padjajaran Bandung, saya jadi staf marketing dan MC acara pernikahan. Tahun 2001, saya mengidap kanker payudara stadium 3B, yang menjalar ke getah bening. Dari situ saya berpikir mengapa bisa kena kanker. Dari buku yang saya baca, 20 persen penyebabnya pola makan, pola hidup dan keturunan. Sisanya, pola pikir.
Saya berkesimpulan sedang ditegur Tuhan, karena punya potensi A tapi pekerjaannya B. Sebetulnya saya enggak suka, akhirnya stres. Saya lebih suka kerja di bidang yang hubungan personalnya cukup tinggi, seperti sekarang. Setelah menjalani pengobatan, tahun 2006 saya kursus grafologi di Authentique School of Graphologic di Jakarta, dilanjutkan beberapa kursus lain untuk mendukungnya. Hasil kursus saya praktikkan pada ketiga anak saya, Tiara Pradyta (22), Adisti Paramita (16), dan Aditia Iqbal (14). Setelah itu, melayani permintaan teman. Dari promosi mulut ke mulut, klien terus bertambah.

Pernah dikira sebagai peramal?
Pernah. Mungkin karena masih jarang orang berprofesi seperti ini, ya. Untungnya, sejauh ini justru para klien yang mendatangi saya, jadi mereka sudah tahu profesi saya.

Kalau sedang tidak melayani klien, apa kegiatan Anda?
Banyak. Saya anggota di Rotary Club Bandung (klub yang anggotanya tersebar di seluruh dunia, bergerak di bidang sosial, Red.), anggota Sahabat Kota di Bandung (organisasi yang salah satu kegiatannya melakukan penghijauan), les vokal dan karaoke. Selain itu, jalan-jalan dengan anak-anak (Mita sudah bercerai dari suaminya).

Saya juga mengajar grafologi untuk guru-guru SMA di Bandung, ibu rumahtangga, mahasiswa, staf HRD dan pimpinan perusahaan. Kalau kursus grafologi biasanya per kelompok, hanya satu hari. Saya suka pekerjaan seperti ini, tidak terikat waktu dan tempat. Saya biasanya meeting dengan klien di mal, kafe yang nyaman, atau di rumah. Kalau terikat waktu, saya enggak bisa jalan-jalan, dong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau