Drama
Pameran ”Ciliwung Impianku” menarik karena menyimpan pesan denotatif (tersurat) dan konotatif (tersirat) kuat. Sebagaimana digagas pemikir Perancis, Roland Barthes, denotasi mengacu pada tampilan obyek-obyek kasatmata, sedangkan konotasi merujuk pada makna lebih dalam dari jalinan kode-kode.
Apa pesan tersurat pameran ini? Foto-foto itu merekam kondisi terkini Sungai Ciliwung, mulai dari kawasan Puncak yang gundul, aliran sungai menciut, rumah-rumah merangsek bantaran, sampah menumpuk, sampai banjir merendam permukiman. Rentetan peristiwa itu menjalin narasi otentik hasil tangkapan lensa fotografer.
Foto-foto ini juga menyodorkan pesan tersirat lewat kode-kode (gerak, warna, cahaya, komposisi, atau angle) yang membangun tegangan dan merangsang tafsir lebih jauh. Umumnya, pertentangan muncul dari tarik-menarik antara pelestarian Ciliwung demi kehidupan jangka panjang dan eksploitasi sungai demi keserakahan sesaat.
Isi yang kuat
Sebagai foto jurnalistik, sebagian foto lebih menyajikan informasi ketimbang eksperimen bentuk karena memang dibuat sebagai pelengkap visual artikel wartawan. Meski begitu, fotografer kerap mencoba lebih ekspresif dengan bermain komposisi, angle, atau menangkap momen-momen khusus.
”Di sini fotografer diberi ruang aktualisasi diri. Selain foto yang pernah dicetak, disertakan juga foto-foto bagus yang belum pernah diterbitkan,” kata Redaktur Pelaksana Kompas Budiman Tanuredjo.
Sebelumnya, November 2008, Kompas menggelar pameran foto ”Ekspedisi Anyer-Panarukan” di Bentara Budaya Jakarta. Di tengah rutinitas berbagai berita yang menyerbu setiap hari, rangkaian foto dari dua ekspedisi itu menawarkan model liputan visual lebih fokus, mendalam, dan memberi peluang munculnya kejutan.
Jepretan Priyombodo, ”Memimpikan Realisasi Janji”, bisa jadi contoh. Ia memotret laki-laki yang tertidur pulas siang hari di atas bangku bekas di depan Sungai Ciliwung yang kotor. Di antara laki-laki dan sungai itu terpampang spanduk kampanye pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo-Prijanto.
”Bidikan foto ini biasa, dari perspektif depan-lurus, tapi isinya kuat,” kata Priyombodo mengomentari foto yang memenangi Lomba Foto Kali Ciliwung yang diselenggarakan Ciliwung Civil Society.
Gambaran kerusakan Ciliwung, mimpi wong cilik, dan janji manis kampanye itu mengerucut jadi sindiran: sudahkah para penguasa terpilih—dalam hal ini pasangan pengusung jargon kampanye ”serahkan pada ahlinya” itu—memenuhi janjinya menata Jakarta, termasuk serius menangani masalah Ciliwung?