JAKARTA, RABU — Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) terus melakukan sosialisasi Sistem Jaminan Halal (SJH) kepada perusahaan-perusahaan, guna menjamin terlaksananya kesinambungan produksi halal. SJH penting karena masa berlakunya sertifikat halal hanya dua tahun. Apalagi MUI tidak dapat mengawasi setiap saat.
"SJH dapat diterapkan pada berbagai jenis industri seperti pangan, obat, kosmetik dalam skala besar dan kecil serta kemungkinan untuk industri berbasis jasa seperti transportasi, swalayan, atau distribusi produk-produk industri," kata Vice Director Bidang Sistem Jaminan Halal (SJH) LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, seusai memberikan workshop SJH di PT Nestle Indonesia, Rabu (4/3) di Jakarta. Oleh karena sudah menerapkan SJH, Direktur Eksekutif LPPOM MUI Muhammad Nadratuzzaman Hosen menyerahkan sertifikat Sistem Jaminan Halal kepada President Director PT Nestle Indonesia, Peter Vogt.
Lukmanul mengakui, selama ini banyak pertanyaan masyarakat, apakah MUI dapat menjamin konsistensi produksi halal dari produk yang telah mendapat sertifikat halal MUI. Sebab, perubahan sangat mungkin terjadi. Walaupun MUI tidak dapat mengawasi setiap saat, dengan SJH perusahaan pemegang sertifikat halal dapat menjaga kesinambungan proses produksi halal sehingga produk yang dihasilkan dapat dijamin kehalalannya, sesuai dengan aturan yang digariskan LPPOM MUI.
Yang menjadi fokus dari sistem yang disusun dan dilaksanakan perusahaan pemegang sertifikat halal adalah sistem manajemen halal dan standar produk halal. Struktur organisasi sistem produksi halal disebut sebagai Tim Auditor Halal Internal. Sistem Manajemen Halal mengelola seluruh fungsi dan kegiatan dalam memproduksi produk halal.
Muhammad Nadratuzzaman Hosen menjelaskan, walaupun ada Tim Auditor Halal Internal, setiap perusahaan berkewajiban memberikan laporan sekali enam bulan. Dan sewaktu-waktu MUI akan melakukan inspeksi mendadak, tanpa pemberitahuan sebelumnya. SJH secara teknis dirinci dalam Standard Operating Procedures untuk tiap bagian terkait di perusahaan, misalnya sistem pembelian, bagaimana memilih bahan baru, supplier baru. Sistem produksi: pemisahan peralatan untuk produksi halal dan nonsertifikasi halal, prosedur pembersihan peralatan, dan lain-lain.
MUI mewajibkan perusahaan pemegang sertifikat halal MUI untuk menyusun dan mengimplementasikan sistem produksi dan operasi perusahaan yang dapat menjamin kehalalan produk yang disebut sebagai Sistem Jaminan Halal, tandasnya.
SJH diterbitkan jika perusahaan telah mendapatkan status SJH dengan kategori A tiga kali berturut-turut. Masa berlalu sertifikat SJH satu tahun. Namun, pada perpanjangan sertifikat halal berikutnya, tidak diperlukan audit di lokasi sepanjang tidak ada perubahan bahan, teknologi proses atau pabrik.
"Audit dilakukan hanya pada aspek administrasi/dokumentasi. Pada tahap ini masa berlaku sertifikat SJH adalah dua tahun dan akan dievaluasi untuk perpanjangannya. SJH diterapkan, antara lain, untuk memberikan jaminan dan ketenteraman batin bagi masyarakat. Mencegah terjadinya kasus-kasus yang terkait dengan penyimpangan yang menyebabkan ketidakhalalan produk terkait dengan sertifikat halal. Meningkatkan kepercayaan konsumen atas kehalalan produk yang dikonsumsinya," jelas Muhammad.
Presdir Peter Vogt mengatakan, dengan telah didapatnya sertifikat SJH, PT Nestle Indonesia akan selalu berkomitmen mengikuti dan menghormati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, termasuk mematuhi peraturan produk halal.
"Sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis korporat, Nestle bertujuan untuk membuat dan memasarkan produk-produk dengan menciptakan nilai tambah secara terus-menerus, termasuk memenuhi kebutuhan konsumen akan nutrisi, cita rasa, keamanan, dan kualitas yang dapat dipercaya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.