Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Matematika Lahirkan Kesejahteraan

Kompas.com - 10/03/2009, 17:26 WIB

NAMANYA Prabowo Subianto. Putra begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo,kini siap-siap memasuki arena pertarungan Pilpres menuju kursi RI 1. Lahir di Jakarta 17 Oktober 1951. Ketika usianya masih muda (46 tahun), Prabowo sudah menyandang tiga bintang di pundaknya.

Karena itu ia mendapat julukan sebagai the brightest star (bintang paling bersinar).  Ditengah-tengah kesibukannya mempersiapkan diri bertarung dengan capres-capres lainnya Prabowo masih menyempatkan diri menjawab pertanyaan tertulis yang diajukan Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim Achmad Subechi melalui surat elektronik. 

Bahkan, Selasa (10/3) hari ini, dalam hitungan empat jam 18 menit, Prabowo sudah membalas surat elektroniknya kepada Tribun Kaltim. Bahka, ketika kali pertama membaca 10 pertanyaan yang diajukan, Prabowo sempat sempat kaget karena pertanyaannya begitu banyak.  

"Bung Bechi yang saya banggakan... Banyak bener tuh pertanyaannya. Saya hitung minimal ada 10 buah ya? Terus terang saya sangat senang membaca dan menyimaknya. Kesepuluh pertanyaan itu, sangat esensil dan saling terkait antara yang satu dengan lainnya. Saya usahakan untuk mencari 'benang merah putih'-nya, agar dapat kita jadikan dasar dan pegangan dalam berkiprah. Ok, saya akan mulai dari pertanyaan yang pertama," tuturnya. Berikut hasil  wawancara tertulis Achmad Subechi dengan Prabowo Subianto:

Apa yang dimaksud dengan kalimat bangun jiwanya? Ada yang menafsirkan untuk membangun Indonesia ke depan, maka kekuatan SDM harus berjalan dengan hati, jiwa dan pikiran yang bersih menuju masyarakat yang profesional, beretika, baik hati, bermoral dan lain sebagainya? Benarkah asumsinya seperti itu?
Semangat atau makna yang esensial dalam kalimat 'bangunlah jiwanya', benar sekali. Hal ini berhubungan dengan 'kekuatan jiwa', baik selaku pribadi atau pun bangsa. Kekuatan jiwa yang berjati diri atau berkarakter dan berharga diri tentu tidak terlepas dari 'sikap, tindakan dan
wawasan' seorang anak bangsa dalam mengartikulasikannya melalui kiprah kehidupan kesehariannya. Baik kehidupan berbangsa, bernegara atau pun bermasyarakat.

Itulah sebabnya membangun jiwa, tidak boleh terlepas kaitannya dengan membangun raga. Istilah kekuatan 'jiwa-raga' mestinya menjadi titik kuat dalam melahirkan anak bangsa yang memiliki kepribadian tinggi, berharga diri, berjati diri dan berkarakter. Asumsi-asumsi yang dikemukakan Bung Bechi itu, sangat relevan dengan apa yang saya pikirkan.

Lalu apa langkah konkritnya untuk membentuk karakter bangsa?
Dalam kaitannya dengan pertanyaan yang kedua, bagaimana langkah nyata membangun karakter bangsa, maka menurut pandangan saya, 'karakter bangsa' itu merupakan sebuah proses panjang dan tidak mungkin akan dapat diwujudkan dengan seketika. Pengalaman hidup saya selama ini, jelas memberi bukti bahwa sangatlah sulit 'menyatukan' kepentingan yang berbeda-beda.

Karakter komunitas A tentu berbeda dengan karakter komunitas B, C, dan seterusnya.
Namun begitu saya percaya ada satu 'kekuatan' yang mampu menyatukannya.  Nah, menurut saya, kekuatan itu terdapat dalam 'budaya bangsa' yang selama ini mengkristal menjadi Pancasila. Sebagai landasan idiil, Pancasila adalah landasan kita berkiprah, sekaligus
pandangan hidup bangsa. Terlepas dari berbagai kelebihan dan kelemahannya, semangat pemerintah Orde Baru untuk menginternalisasikan Pancasila dalam praktek-praktek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, pada hakekatnya merupakan langkah yang patut kita dukung.

Kendalanya apa?
Masalahnya adalah bagaimana langkah kita agar pengalaman pahit yang terjadi selama Orde
Baru, tidak kita ulangi lagi di masa kini dan mendatang. Saya tetap optimistis, membudayakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, melalui pendidikan (sekolah-sekolah, keluarga dan masyarakat) atau prinsip-prinsip keteladanan, atau pewarisan budaya bangsa yang unggul, dan lain-lain merupakan langkah nyata untuk membangun karakter bangsa yang berpribadi.

Salah satu visi Gerindra adalah bertekad memperjuangkan kemakmuran dan keadilan di segala bidang. Sedangkan posisi kemakmuran terletak di atas kesejahteraan. Artinya, sebelum mencapai kemakmuran, masyarakat harus tersejahterakan (tak ada lagi problem pendidikan, kesehatan dan lain-lain). Apa mungkin jika Gerindra berkuasa, dalam waktu lima tahun mampu memakmurkan masyarakat?  Pertanyaan ketiga adalah kemakmuran dan kesejahteraan. Saya tegaskan, suatu hal yang cukup berat untuk memunculkan kemakmuran hanya dalam kurun waktu lima tahun. Akan tetapi, kenapa nggak kita coba wujudkan. Kemakmuran suatu bangsa, tentu banyak sekali faktor dan indikator yang menentukannya. Sebagai contoh adalah Indikator ekonomi atau Indeks Pembangunan Manusia.
Kita ketahui, indikator ekonomi ini ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, jumlah orang miskin, jumlah pengangguran dan lain-lain. Lalu Indeks Pembangunan Manusia akan ditentukan oleh tingkat dan derajat pendidikan, kesehatan dan daya beli  masyarakat.

Kedua indikator ini ujung-ujungnya tentu akan bicara soal kesejahteraan. Kalau kita bicara kesejahteraan, pasti ngak mungkin lepas kaitannya dengan keadilan dan kemakmuran. Dalam bahasa yang lebih akademis, manakala kita bicara 'adil dan makmur' maka konotasinya kita bicara 'pemerataan dan pertumbuhan' (growth and equity).

Adil itu diukur dengan pemerataan, dan makmur diukur oleh pertumbuhan. Nah, kalau adil dan makmur kita 'mate-matika kan' maka akan lahir kesejahteraan. Dalam pandangan saya kata 'sejahtera' inilah kristalisasi dari adil dan makmur. Karena pada suasana sejahtera itulah persoalan lahir dan bathin manusia akan terselesaikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com