YOGYAKARTA, KOMPAS.COM--Kemampuan para pelajar dalam berbahasa Jawa semakin memprihatinkan. Selama beberapa tahun terakhir, nilai rata-rata bahasa Inggris di sejumlah sekolah justru lebih tinggi dari nilai mereka dalam bahasa Jawa. Hal ini menjadi gambaran semakin meredupnya pelestarian budaya Jawa di Yogyakarta.
Gejala pudarnya kemampuan para pelajar dalam berbahasa Jawa ini bisa dikatakan terjadi di semua tingkat pendidikan dan sekolah, mulai dari SD, SMP, hingga SMA. "Lima tahun terakhir ini, nilai rata- rata untuk bahasa Jawa paling-paling hanya enam koma, sedangkan bahasa Inggris tujuh, bahkan delapan," kata Ponirin (57), guru Bahasa Jawa SD Negeri Jetisharjo, Kota Yogyakarta, Selasa (31/3).
Hal yang sama juga terjadi di SMP Negeri 8 Yogyakarta. Kemampuan anak-anak dalam berbahasa Jawa dan minat mereka terhadap budaya Jawa pun terlihat semakin turun. Dalam percakapan sehari-hari di sekolah, mereka lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia.
Kepala SMP Negeri 8 Pardi Hardisusanto menduga, kondisi ini merupakan dampak dari berbagai faktor, termasuk lingkungan dan pendidikan dalam keluarga. "Saat ditanya siapa di rumah yang masih berkomunikasi dengan bahasa Jawa, sangat sedikit yang mengacungkan tangan," ujarnya mengutarakan keprihatinan.
Keadaan ini semakin jelas sejak berlakunya ujian nasional (UN). "Anak-anak memang lebih banyak menggenjot belajar bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Karena keduanya menjadi syarat kelulusan dalam UN," kata Kepala SMA Negeri 1 Kota Yogyakarta Bambang Supriyono. Bisa dibilang, para pelajar tak punya kepentingan untuk mempelajari bahasa Jawa. Akibatnya, motivasi dan ketertarikan mereka pun lenyap.
Lunturnya kemampuan para pelajar dalam berbahasa Jawa ini boleh jadi cerminan untuk masyarakat DI Yogyakarta pada umumnya. Hal ini tentu saja mengakibatkan keprihatinan banyak pihak. Upaya untuk menghidupkan kembali bahasa Jawa di lingkup pendidikan pun disambut baik.
Di Kulon Progo, keseriusan melestarikan budaya Jawa sudah terlihat sejak satu tahun terakhir. Di awal tahun 2008, Bupati Kulon Progo Toyo Santoso Dipo mengimbau pegawai pemerintah tingkat kabupaten hingga desa, bahkan sekolah, untuk berbahasa Jawa setiap hari Jumat.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kulon Progo Sigit Wisnutomo mengatakan, sejauh ini penerapan imbauan itu berlangsung lancar, meski tetap butuh pengawasan dari para kepala satuan kerja perangkat daerah atau instansi di Kulon Progo. Tidak ada sanksi khusus bagi pegawai yang enggan berbahasa Jawa di hari Jumat, melainkan hanya akan ditegur dan diingatkan.
Tahun ini Pemerintah Kabupaten Kulon Progo juga akan memperluas aplikasi kebudayaan Jawa dalam berbagai bidang kegiatan. Salah satunya adalah penggunaan aksara Jawa di bawah tulisan papan nama kantor, jalan, pasar, puskesmas, sekolah, dan pusat pelayanan umum lain. Sigit mengatakan usulan itu baru akan disampaikan pada rapat koordinasi pembangunan, awal April.
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta juga berencana mewajibkan "Hari Berbahasa Jawa" sekali sepekan. Rencana ini belum terlaksana karena adanya kekhawatiran sekolah belum siap melaksanakannya. "Ada kekhawatiran, mata pelajaran akan sulit diterima kalau disampaikan dalam bahasa Jawa. Untuk mengatasinya, bahasa Jawa hanya digunakan di luar jam pelajaran saja," tutur Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Syamsuri.