JAKARTA, KOMPAS.com -
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Suyanto di sela acara Simposium English Bilingual Education, Selasa (9/6).
Saat ini, Suyanto mengatakan, terdapat sekitar 1.000 rintisan sekolah bertaraf internasional (SBI), mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan di Indonesia.
Sekolah-sekolah rintisan tersebut mendapatkan subsidi dari pemerintah antara Rp 250 juta hingga Rp 500 juta per tahun. Jumlah yang diterima berbeda setiap sekolah sesuai kriteria yang ditetapkan pemerintah. Namun, sekolah rintisan nantinya harus berkembang menjadi sekolah bertaraf internasional. Dengan kondisi yang ada, pemerintah mengizinkan sekolah-sekolah itu menerapkan iuran sekolah.
Salah satu tantangan yang dihadapi rintisan sekolah bertaraf internasional di Indonesia ialah pengajaran mata pelajaran dengan bilingual atau dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Bilingual diterapkan sejak tahun 2006. Dari uji coba terhadap 450 sekolah, kini tersaring 112 sekolah yang kemudian ditetapkan sebagai rintisan sekolah bertaraf internasional.
Education Advisor dari British Council Itje Chodidjah mengatakan, berdasarkan hasil penelitian, murid yang belajar dengan bilingual butuh waktu dua tahun untuk mengembangkan kefasihan berbahasa Inggris komunikasi dan butuh tujuh tahun untuk fasih berbahasa Inggris dalam mempelajari mata pelajaran tertentu.
”Ambil contoh, belajar Fisika dalam bahasa Indonesia saja masih sulit bagi sebagian anak, terlebih lagi jika disampaikan dalam bahasa Inggris,” ujarnya.
Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran dengan menggunakan bilingual ialah keseimbangan antara penguasaan pedagogik dan materi mata pelajaran serta keterampilan berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Regional Project Manager Access English Christian Duncumb mengungkapkan, persoalan lainnya ialah kekhawatiran orangtua bahwa anak akan kehilangan penguasaan bahasa aslinya, nilai-nilai dan jati diri. Namun, pada dasarnya tidak ada keinginan untuk menggantikan bahasa pertama anak dengan diterapkannya bilingual. ”Bahasa Inggris tidak menggantikan bahasa nasional atau bahasa pertama anak,” kata Duncumb.