Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

21.000 Anak-anak TKI Tidak Bersekolah

Kompas.com - 06/07/2009, 10:08 WIB

TAWAU, KOMPAS.com — Sekitar 21.000 anak dari 30.000 anak tenaga kerja Indonesia di negara bagian Sabah, Malaysia Timur, tidak bersekolah. Itu terkait kebijakan Pemerintah Malaysia yang melarang anak-anak TKI mendapat pendidikan formal.

Selain itu, sedikit perusahaan yang menyediakan tempat belajar serta terbatasnya jumlah guru yang bisa didatangkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengajar anak-anak TKI.

Demikian hasil pemantauan Kompas terhadap pelaksanaan Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) Paket A (Sekolah Dasar) di Kalabakan, Kunak, dan Lahad Datu kurun, Rabu sampai Sabtu (4/7). Sebanyak 135 anak TKI selesai menempuh UNPK Paket A pada 1-3 Juli 2009 dan kini menunggu hasilnya.

Kepala Subdirektorat Kemitraan Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional Nadjamuddin Ramly mengatakan, di Sabah ada sekitar 30.000 anak TKI.

”Yang sudah terlayani baru sekitar 9.000 anak, tetapi yang benar-benar mendapat pendidikan sekitar 5.000 anak,” katanya.

Sekitar 5.000 anak TKI itu ”bersekolah” di tempat-tempat yang kegiatannya dilaksanakan oleh sejumlah LSM.

Cuma 571 anak

Direktur Eksekutif Yayasan Peduli Pendidikan Anak Indonesia Muhammad Firdaus Abdullah mengatakan, di perusahaan perkebunan kelapa sawit Felda Plantations Sendirian Berhad (Sdn Bhd) ada sekitar 6.000 anak TKI.

”Yang baru bisa kami layani di enam lokasi ladang sebanyak 571 anak,” katanya.

Ketua Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Serat Bangsa Suhartinah mengatakan baru bisa melayani sekitar 300 anak TKI di perusahaan kilang kayu Sanbumi Sawmill Sdn Bhd di Kalabakan dan perusahaan perkebunan kelapa sawit Bungalio Development Sdn Bhd di Kunak.

”Kami ingin menambah lokasi-lokasi pelayanan, tetapi tidak mampu menyediakan guru-guru,” kata Suhartinah.

Ribuan anak TKI lainnya, lanjut Nadjamuddin, mendapatkan pengajaran di tempat-tempat belajar yang diselenggarakan Humana Child Aid Society. ”Namun, pendidikannya tidak berdasarkan pada kurikulum Indonesia sehingga bisa dimaklumi ketika ada anak-anak tidak mampu menjawab soal-soal UNPK Paket A,” katanya.

Firdaus mengatakan, untuk memperluas pelayanan kepada anak-anak TKI, LSM memerlukan guru-guru dan prasarana. Perusahaan bisa dibujuk agar mau memberikan sejumlah bangunan untuk tempat belajar anak-anak TKI.

”Masalah utama ialah mendatangkan guru-guru dan memenuhi semua kebutuhannya termasuk honor dan pengadaan buku-buku untuk anak-anak,” kata Firdaus.

Guru-guru harus didatangkan dari Indonesia. Begitu juga buku-buku pelajaran harus didatangkan dari Indonesia agar tidak berbeda dengan kurikulum nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com