Menurut Dwi, dana bantuan operasional itu sebenarnya hanya cukup untuk biaya seperti honor guru, pembayaran listrik dan air, pembelian alat-alat tulis, serta biaya operasional lain yang sifatnya rutin. Jika digunakan untuk memenuhi keinginan masyarakat, yaitu agar siswa tidak hanya terbatas belajar di ruang kelas, tentu saja masih kurang.
”Di sekolah kami memang tidak ada pungutan-pungutan. Jika orangtua ingin ada kegiatan-kegiatan penunjang buat anak, anggaran untuk itu mereka yang harus membuat dan menentukan pungutan untuk tiap siswa. Akan tetapi, sekolah akan tetap memantau supaya jangan memberatkan, dan yang mesti dijamin, siswa tidak mampu tidak boleh dipungut,” ujar Dwi.
Sesuai dengan buku pedoman bantuan operasional sekolah 2009, dana itu digunakan untuk biaya penerimaan siswa baru, buku referensi, buku teks pelajaran, pembelajaran (remedial, pengayaan, olahraga, dan kesenian), ujian, pembelian bahan-bahan habis pakai, pembiayaan langganan daya listrik/air, pembiayaan perbaikan sekolah, pembayaran honorarium, pengembangan profesi guru dan pelatihan, biaya transpor siswa miskin, pembiayaan pengelolaan bantuan operasional sendiri, serta pembelian perangkat komputer.
Akan tetapi, pada kenyataannya, akibat dana bantuan masih minim, siswa pada akhirnya masih dipungut untuk biaya operasional. (ELN/IRE)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.