Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ternyata, Tidak Semua Murid Itu dari Kalangan Miskin

Kompas.com - 21/07/2009, 10:20 WIB

MALANG, KOMPAS.com — Meski diproyeksikan sebagai sekolah unggulan dengan berbagai kelebihan, tidak sedikit masyarakat yang menentang kehadiran SMAN 10. Sebagian masyarakat menganggap proyek sekolah percontohan ini merampok hak masyarakat bersekolah di SMA negeri.

Eny Hariati, warga Jalan Selat Sunda Sawojajar, mungkin menjadi salah satu yang paling memprotes adanya pilot project Sampoerna Foundation (SF) di SMAN 10 ini. Begitu mengetahui putranya dinyatakan tersisih dari persaingan penerimaan siswa baru (PSB) secara online, 4 Juli, Eny langsung protes ke Kantor Dinas Pendidikan Kota Malang.

”Coba kalau SMAN 10 tidak diberikan ke Sampoerna, pagu sekolah negeri pasti tidak berkurang. Anak saya bakal masih punya harapan dalam PSB ini,” kata Eny ke Drs Sugiharto, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dindik Kota Malang saat itu.

Eny jelas kecewa. Bukan hanya karena ia tinggal di sekitar SMAN 10, melainkan karena aturan masuk ke SMAN 10 tidak melalui prosedural PSB sebagaimana sekolah lain. Sugiharto yang saat itu menghadapi langsung Eny tidak bisa menjelaskan apa pun kecuali bahwa program tersebut adalah program yang telah disetujui Depdiknas.

”Lagi pula Bu, sekolah itu dibuat khusus buat anak-anak miskin yang pintar saja,” kata Sugiharto saat itu.

Benarkah seperti itu?

Faktanya, saat acara inagurasi dan peresmian SMAN 10 sebagai sekolah percontohan di bawah Sampoerna Foundation, beberapa keadaan orangtua dan keluarga murid yang mengantar tidak memperlihatkan hal tersebut.

Beberapa orangtua, misalnya, membawa mobil sedan sehingga terlalu berlebihan bila disebut sebagai orang miskin. Sebagian ibu-ibu malah seperti saling memamerkan gaun kebaya atau ponsel canggih model terbaru. Tidak sedikit pula anggota keluarga yang terlihat mengabadikan suasana dengan kamera digital atau bahkan kamera genggam.

Perwakilan Sampoerna Foundation, Eddy Henry, mengakui hal tersebut. Ia bahkan mengakui, panitia masih kecolongan dalam menyeleksi siswa-siswa tahun ini.

”Saya juga kaget, tadi ada ibu seorang siswa bawa Nokia N71. Saya langsung pikir, wah kami kecolongan nih. Pasalnya, program ini dibuat untuk anak-anak berprestasi yang terancam tidak bisa melanjutkan sekolah,” ujar Eddi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com