Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Ujung Cerita Komodo Flores

Kompas.com - 31/07/2009, 06:20 WIB

Masyarakat Bali sudah mengambil hikmah dari polemik masuknya tambahan 8 ekor gajah ke Taman Safari Bali yang berujung pelarangan penambahan gajah ke Bali hingga selesainya kajian tentang daya dukung wilayah Bali sejak awal tahun ini.

Kajian terhadap daya dukung Bali itu, misalnya, seberapa besar sih minat turis menonton pertunjukan gajah di Bali? Apa tidak sulit mencari pakan bagi puluhan hewan besar itu? Dalam sehari, seekor gajah butuh kira-kira 2 kuintal makanan berupa pelepah kelapa, buah dan sayuran, serta rumput.

Harap dicatat, sampai saat ini di seluruh Bali sudah ada 86 ekor gajah yang ”dipekerjakan” di tiga taman wisata, yaitu 31 ekor di

Taman Safari Bali (di Lebih, Gianyar), sisanya ada di Taro Gajah Safari (Ubud, Gianyar), dan Bakas Adventures (Klungkung). Selain untuk atraksi wisata, gajah-gajah itu umumnya ditunggangi turis untuk bersafari keluar-masuk desa.

Kekhasan pariwisata Bali yang mengunggulkan wisata budaya dan religi sudah lama dikhawatirkan luntur dan luruh jika pengusaha wisata Bali mengadopsi atraksi wisata satwa seperti gajah dan komodo, juga segala hal, masuk ke sana. ”Bali itu terkenal karena budayanya, bukan karena gajah atau binatangnya. Pariwisata budaya itu sampai kapan pun harus tetap dipertahankan,” kata Gede Nurjaya, mantan Kepala Dinas Pariwisata Bali.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali Agung Wardhana menyatakan, penempatan komodo di Bali menuntut penciptaan habitat buatan agar menyerupai habitat aslinya di Wae Wuul. Untuk itu, ia mendesak Departemen Kehutanan membuka kepada publik kajian analisis mengenai dampak alam dan sosial atas rencana itu.

Sebagaimana termuat dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang pemberian izin menangkap 10 ekor komodo, tujuan utama pemindahan adalah pemurnian genetik. Rencana pemurnian yang akan dilakukan oleh Taman Safari Bali itu, kata Menteri Kehutanan MS Kaban, juga sudah mendapatkan persetujuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kaban menyatakan, pemerintah mengambil langkah tersebut sekaligus untuk menyelamatkan komodo di Pulau Flores dari ancaman kepunahan. Proses pemindahan juga penting karena komodo di Pulau Flores kini terancam karena hidup di areal semak belukar penuh rumput kering yang pada musim panas sangat mudah terbakar. Persoalan yang lebih penting: komodo mulai masuk ke perkampungan dan memangsa ternak warga.

Namun, otoritas Taman Safari Bali enggan berkomentar tentang polemik ini. Namun, Seperti ditegaskan Direktur Taman Safari Indonesia Tonny Sumampau, pemurnian genetik semata-mata demi kepentingan konservasi, dan komodo yang dikembangbiakkan di Taman Safari Indonesia tidak ditujukan untuk dijual atau ditukarkan dengan satwa dari luar negeri.

Selain Taman Safari, sejumlah lembaga konservasi eksitu (luar habitat alami) telah mengoleksi komodo, di antaranya Kebun Binatang Ragunan (Jakarta), Kebun Binatang Surabaya, dan Kebun Binatang Gembira Loka (Yogyakarta).

Namun, seperti dilansir Kompas.com, data genetika komodo di semua daerah di NTT sebenarnya sudah tersedia, yakni hasil penelitian Tim Peneliti Kajian DNA Molekuler Komodo Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI beberapa tahun lalu. Kajian diversitas genetik itu diperoleh setelah meneliti 154 sampel darah komodo yang dikoleksi dari Pulau Flores bagian utara, Flores bagian barat, Gili Montang, Nusa Kode, Rinca, dan Pulau Komodo.

Itulah sebabnya, argumen pemurnian genetik di Bali itu dinilai salah tempat. Menurut Koordinator Gerakan Pelestarian Komodo Flores Rofino Kant, pemurnian itu semestinya dilakukan di habitat aslinya, bukan di Bali. Seiring dengan hal itu, pemerintah pusat justru lebih tepat meningkatkan fasilitas konservasi komodo di Flores. ”Fasilitas di Wae Wuul amat minim. Begitu pula fasilitas secara umum dalam lingkup Balai Konservasi Sumber Daya Alam II yang meliputi Flores-Alor-Lembata.

Penolakan-penolakan itu sesungguhnya adalah bentuk kecintaan masyarakat kepada komodo dan habitat aslinya. Jelas publik menunggu pencabutan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut, dan pernyataan pembatalan rencana pemurnian genetik komodo oleh Taman Safari Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com