Kenangan akan Habibie terus mengendap karena Eniya berhasil mewujudkan keinginannya sejak kecil untuk studi di luar negeri berkat kebijakan Habibie era 1990-an. Saat itu, Kementerian Negara Riset dan Teknologi di bawah Habibie memberi beasiswa bagi lulusan SMA berprestasi untuk melanjutkan studi ke berbagai negara industri. Ia terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa dalam program Science and Technology Advance Industrial Development (STAID) Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
Eniya menyelesaikan S-1 di Universitas Waseda, Tokyo, hingga memperoleh gelar doktor (S-3) pada Fakultas Aplikasi Kimiawi, Polimer, Katalis, dan Sel Bahan Bakar. Teknologi sel bahan bakar termasuk the end atau bagian akhir pengembangan teknologi mutakhir menyongsong peradaban ramah lingkungan dalam pemenuhan energi dengan sumber energi tak terbatas, seperti air sebagai sumber hidrogen.
Menurut Eniya, metode produksi hidrogen, selain proses elektrolisis dari air, dapat pula ditempuh seperti di Fukuoka, yakni mengubah metana dari berbagai bahan bakar gas, termasuk biogas menjadi hidrogen.
Memupuk Harapan
Seperti para periset dan perekayasa lain, Eniya berharap ada investor yang mampu mengaplikasikan temuannya untuk pengembangan sel bahan bakar secara kompetitif. Ia membuka secara transparan, bagaimana mengganti komponen ”jantung” sel bahan bakar impor dari AS atau Jepang dengan komponen-komponen lokal.
Manufaktur generator sel bahan bakar dengan komponen lokal sudah diuji menurunkan 80 persen harga dari pasaran Asia. Substitusinya antara lain pada material katalis elektrode sel bahan bakar impor dengan logam platina, yang berharga jauh lebih mahal, diganti komponen lokal vanadium yang fungsi dan keandalannya tak jauh beda.
Penggunaan nafion pada polimer elektrolit sel bahan bakar impor seharga 1.000 dollar AS (sekitar Rp 10 juta) per meter persegi disubstitusi proses sintesis hidrokarbon polimer nanosilika berharga Rp 1,5 juta per meter persegi, atau berkurang 85 persen. Substitusi material impor juga untuk komponen lain sel bahan bakar yang dirangkai berurutan membentuk lapisan stack fuel cell atau generator sel bahan bakar.
Komponen itu meliputi end-plate, current collector, graphite bipolar-plate, dan membrane electrode assembly (MEA) sebagai ”jantung” sel bahan bakar. Rangkaian stack fuel cell impor (tanpa MEA) senilai Rp 23,95 juta bisa diturunkan menjadi Rp 5 juta.
”Untuk mengaplikasikan temuan ini, saya berpijak pada upaya memproduksi listrik permukiman dengan sumber hidrogen yang menyesuaikan sumber daya setempat. Aplikasi untuk sistem transportasi bisa menyesuaikan kemudian,” ujar Eniya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.