Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nurul, Semangat Memintarkan Anak-anak Gunung

Kompas.com - 27/08/2009, 09:37 WIB

Oleh: Regina Rukmorini/Wartawan Harian Kompas
Sakit hati tak selalu berbuah dendam. Sebaliknya, sakit hati diakui Nurul Karimah justru melecut energi positif untuk mendirikan komunitas belajar, layanan pendidikan gratis bagi anak-anak putus sekolah di lereng Gunung Sumbing.

Komunitas Belajar Cendekia Mandiri didirikan Yayasan Cendekia Mandiri, yang diketuai Nurul. Letaknya di lereng Gunung Sumbing, Dusun Kemloko, Desa Kemloko, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Setiap hari mereka menyelenggarakan kegiatan belajar bagi anak-anak yang tak lulus SD atau tak mampu merampungkan SMP. Lokasinya di bekas gudang tembakau, di rumah Mbah Dawam, seorang warga.

Pendirian komunitas belajar itu dilatarbelakangi pengalaman pribadinya. Sebagai anak pertama dari 10 bersaudara keluarga petani, dia sempat hampir tak bisa belajar di SMA karena tak ada biaya. Nurul memenuhi biaya sekolah dengan bekerja di salon dan membuat kue. Upaya ini terus dia lakukan hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Kendati berhasil mencapai apa yang dicita-citakan, rasa khawatir saat dirinya terancam putus sekolah gara-gara tak ada biaya menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Bahkan, saat Nurul telah menjadi guru Matematika di SMP 5 Temanggung, kenangan itu muncul kembali saat dia melihat banyak anak didiknya mengalami nasib serupa dirinya, terancam putus sekolah karena tak ada biaya.

”Saya yakin, mereka merasakan sakit hati yang sama seperti saya dulu,” ujarnya.

Melihat kenyataan tersebut, hatinya tak tenang. Ia merasa harus membantu. Niat itu semakin kuat setelah melihat hasil penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Temanggung tahun 2005, yaitu angka partisipasi kasar (APK) di desa-desa di lereng gunung, anak-anak SD yang melanjutkan ke SMP sekitar 70 persen.

”Seorang teman bercerita, di suatu dusun di lereng Gunung Sumbing, dari 80 anak yang lulus SD, hanya 20 anak yang melanjutkan ke SMP,” ujarnya.

Nurul mendiskusikan niat membantu anak-anak putus sekolah itu dengan rekan-rekannya alumni SMA Negeri 1 Temanggung. Gayung pun bersambut. Temannya, Sri Yudono dan Anif Punto Utomo, mendukung niat itu. Mereka menggunakan rumah Mbah Dawam, kakek Sri Yudono, sebagai lokasi sekolah.

Nurul memilih lokasi di desa. Alasannya, ”Kalau di pusat Kecamatan Temanggung, sekolah itu tak banyak berarti karena mayoritas masyarakat di perkotaan terbilang mampu dan terbuka akses buat bersekolah di mana saja. Lebih baik kami membantu di daerah terpencil, yang jumlah sekolahnya terbatas”.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau