JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk mengatasi persoalan kebangsaan yang berlarut-larut dan tantangan ke depan, pemerintah baru diharapkan menjadikan pendidikan dan kebudayaan sebagai agenda utama pemerintahan.
Tak lain sebabnya, akar tunggang persoalan bangsa yang sekarang berlarut- larut itu terletak pada kedua bidang tersebut. Demikian, antara lain, hal itu ditegaskan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo di Jakarta, Kamis (24/9). Pihak PGRI meminta supaya bidang kebudayaan dan pendidikan disatukan kembali dalam satu departemen.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Forum Rektor Indonesia Edy Suwandi Hamid. "Pembangunan kebudayaan yang mampu membentuk karakter bangsa seharusnya diintegrasikan dalam pembangunan pendidikan nasional. Oleh karena itu, urusan kebudayaan perlu dimasukkan kembali dalam ranah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.”
Menurut Sulistiyo, perhatian yang serius perlu difokuskan pada pendidikan supaya kebijakan pendidikan nasional mampu menjawab persoalan dan tantangan yang dihadapi bangsa secara tepat. Untuk itu, perlu ada staf khusus bidang pendidikan. Dia menambahkan, jika pendidikan merupakan agenda terpenting dengan anggaran terbesar, PGRI meminta supaya dalam dewan pertimbangan presiden, lembaga kepresidenan, dan wakil presiden ada staf khusus bidang pendidikan.
Saat ini, pendidikan nasional sangat tidak tepat sasaran, yang mengakibatkan berbagai persoalan bangsa dan masyarakat tidak kunjung teratasi dan bahkan menimbulkan berbagai ironi. Gejala umum kondisi tidak tepat sasaran itu tampak dari kapabilitas lulusan yang tidak sesuai dengan kualifikasi dalam konteks perekonomian, juga ketidaksiapan mental.
Selain itu, nalar, etos kerja, keterampilan, jiwa wirausaha, dan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mengatasi keberlangsungan sebuah negara modern yang beradab juga amat lemah.
Berbagai Ironi
Menurut Sulistiyo, kondisi tidak tepat sasaran dalam pendidikan nasional telah menimbulkan berbagai ironi. Indonesia, yang negara agraris, justru pertaniannya terpuruk dan beberapa komoditas penting justru mengandalkan impor.
”Saat ini bidang pertanian dan kehutanan di perguruan tinggi jadi program jenuh yang tidak diminati calon mahasiswa. Begitu juga bidang kelautan. Padahal, di situlah letak potensi bangsa ini. Kenyataan itu mesti diperbaiki dalam kebijakan pendidikan dan politik bangsa ini ke depan,” kata Sulistiyo.
”Untuk kemajuan pendidikan, kita memerlukan tenaga pemikir yang dapat mengarahkan politik pendidikan yang tepat. Jangan lagi keluar berbagai kebijakan kontroversial yang tidak relevan dengan kebutuhan bangsa dan pendidikan, seperti Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dan Ujian Nasional,” kata Sulistiyo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.