Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik Indonesia, Batik Malaysia, dan Hari Batik

Kompas.com - 10/10/2009, 19:46 WIB

Terkait ikhtiar menumbuhkan kecintaan terhadap batik itulah agaknya usul Universitas Kristen Petra (UKP) Jawa Timur untuk menjadikan 2 Oktober --tanggal pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan pusaka budaya dunia (world heritage) dari Indonesia-- menjadi "Hari Batik Nasional" patut didukung.

"Pengakuan UNESCO pada tanggal 2 Oktober itu merupakan peluang untuk didorong menjadi Hari Batik Nasional," kata Ketua Komunitas Batik Surabaya (KiBaS), Lintu Tulistyantoro.

Menurut dosen Desain Interior pada Fakultas Seni dan Desain Komunikasi Visual UKP itu, Hari Batik Nasional itu perlu dicanangkan untuk mengingatkan masyarakat bahwa batik telah menjadi warisan budaya dunia dari Indonesia pada tanggal itu.

"Untuk memperingatinya, kita tidak harus mengenakan baju batik. Namun, untuk menghargai warisan budaya itu sebaiknya kita mengenakan baju batik pada Hari Batik Nasional," katanya, didampingi Kepala Perpustakaan UKP Surabaya, Aditya Nugraha.

Ia mengakui motif yang mirip batik juga ada di Jepang, China, India, Afrika, Jerman, Belanda, Malaysia, dan negara lainnya. Namun, teknik pembuatan dan budaya pertumbuhan batik di Indonesia memiliki kekhasan.

"Batik di Indonesia merupakan teknik membuat motif kain dengan menorehkan canting berisi lilin, sedangkan di negara lain hanya merupakan cetak atau cap (print) bermotif batik, teknologi batik, dan sebagainya," katanya.

Apalagi, kata pria yang meraih Master of Design dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2004 itu, pertumbuhan batik di Indonesia berkembang seiring budaya yang ada, sedangkan di negara lain lebih bersifat industri.

"Saya sudah mengecek kepada seorang rekan di UNESCO tentang alasan menjadikan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia, ternyata pengakuan UNESCO itu sudah melalui riset bertahun-tahun. Batik di Indonesia ada motif dan filosofi, bukan sekadar produksi," katanya.

Secara terpisah, sosiolog Islam Prof Dr H. Nur Syam, M.Si. menilai, Hari Batik Nasional itu sangat penting, tetapi pakaian batik hendaknya tidak dipaksakan untuk dipakai pada hari itu. "bergantung konvensi (kesepakatan)," ujarnya.

Ia menegaskan, baju batik itu jangan menjadi sebuah pemaksaan, tetapi biarkan menjadi konvensi, seperti pegawai Departemen Dalam Negeri yang mengenakan baju batik pada hari Kamis dan Jumat, atau pegawai dari instansi lain yang berbatik-ria pada setiap hari Jumat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com