JAKARTA, KOMPAS.com - Sains tidak seperti semaraknya olahraga bulu tangkis, yang seketika bisa riuh di tengah-tengah masyarakat setiap kali digelarnya event berskala dunia seperti Piala Thomas atau All England.
Sains juga tak seperti olah raga sepak bola yang bisa menjamur di mana-mana tiap kali dilaksanakannya Piala Dunia atau Piala Eropa, yang disiarkan di layar kaca. Bahkan, sains belum bisa menandingi bermacam kontes artis atau penyanyi yang marak menjadi tontonan di layar kaca.
Begitulah analogi yang dilontarkan oleh salah seorang dewan juri Olimpiade Sains Nasional Perguruan Tinggi Indonesia (OSN-PTI) Pertamina 2009 Dr rer nat Yasman, M.Sc, dari Fakultas MIPA Universitas Indonesia, ditemui pada Sabtu (5/12), di Ciputat, Tangerang. Yasman mengatakan, digelarnya berbagai olimpiade sains mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi selama ini ternyata masih belum meningkatkan perhatian masyarakat terhadap sains.
"Pertama, karena secara umum kendalanya ada di MIPA itu sendiri. Bisa dikatakan, bidang MIPA di semua perguruan tinggi di Indonesia kurang mendapatkan perhatian, laboratoriumnya saja rata-rata tidak memenuhi kelayakan lagi," ujarnya.
Tidak heran, kata Yasman, saat ini sains semakin tidak menarik perhatian siswa, --tidak terkecuali para orang tua, untuk menjadikan MIPA sebagai pilihannya atau pilihan anak-anaknya untuk menimba ilmu. Kalaupun akhir-akhir ini banyak anak berprestasi di bidang sains, ujarnya, hal itu tidak diikuti oleh anak-anak lainnya untuk menyenangi sains.
"Di tingkat SMA banyak siswa menyukai sains, tetapi begitu di perguruan tinggi mereka malah tidak memilih sains sebagai jurusannya," ujar Yasman.
Menurut Yasman, seperti digelarnya Olimpiade Sains Nasional Perguruan Tinggi Indonesia (OSN-PTI) Pertamina 2009 saat ini mestinya bisa dijadikan bahan pertimbangan atau pembelajaran pemerintah untuk kembali memberikan perhatian lebih kepada sains atau MIPA di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
"Selain itu, daya dukung industri juga sangat diperlukan. Bisa dilihat, berapa banyak instansi yang mau membiayai penelitian,?" tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.