Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendiknas Apresiasi Semua Pandangan tentang UN

Kompas.com - 08/01/2010, 18:55 WIB

PONTIANAK, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh memberikan apresiasi terhadap semua pandangan masyarakat terkait Ujian Nasional (UN). Semua pandangan itu, menurutnya, menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan.

"Pemerintah memberikan apresiasi terhadap pandangan-pandangan masyarakat terkait UN, apa pun itu. Kenapa, karena pandangan-pandangan itu menunjukkan kepedulian masyarakat yang tinggi terhadap pendidikan. Kalau tidak peduli, masyarakat tidak akan komentar apa-apa," katanya, seusai membuka Konvensi Kampus VI dan Temu Tahunan XII Forum Rektor Indonesia di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (8/1/2010).

Nuh mengatakan, UN merupakan bagian dari metode evaluasi. Evaluasi sendiri merupakan bagian dari proses belajar mengajar. "UN jangan dilihat sebagai satu-satunya (metode)," katanya.

Mendiknas mengibaratkan, evaluasi itu seperti mengurus pohon di hutan. Jangan sampai kita sibuk mengurusi satu pohon itu terus, sementara pohon yang lain di hutan tidak terurus. "Kita dapat satu pohon yang lain habis," kata Nuh.

Mengingat sebagai metode, UN tidak menjadi satu-satunya, ada metode yang lain. Pemerintah memilih metode tertentu karena mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya.

"Pemerintah bukan berarti tidak memikirkan metode yang lain. Metode yang lain sudah kita exercise plus minusnya. UN (sekarang) juga kita lihat plus minusnya apa. Dari situ, yang paling banyak plusnya dan sedikit minusnya ada pada UN sekarang," katanya.

Pada UN kali ini, terang Nuh, ada ujian utama, ujian ulang, dan ujian susulan. Jika ujian ulangnya tidak lulus, masih ada ujian paket C. "Itu sudah membuka peluang dan mengakomodasi semuanya," imbuh Mendiknas.

Sejarah UN

Nuh merunut sejarah UN, yang ternyata di Indonesia bukan hal yang baru dan sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Dia bilang, ada ujian negara yang diberlakukan sampai dengan tahun 1971 dan saat itu yang lulus sedikit.

Mulai 1969 sampai dengan Repelita tahun 1972 dibuat model baru untuk menaikkan angka partisipasi kasar. Saat itu, karena yang lulus sedikit, maka bangku yang tersedia banyak yang kosong. Pada saat bersamaan dibangun SD Inpres untuk meningkatkan APK.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau