Surat keputusan bersama itu akan ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, serta Menteri Agama Suryadharma Ali.
Mohammad Nuh menyatakan hal itu, saat ditanya pers, mengenai hasil rapat mengenai komite pendidikan yang dipimpin Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (9/6) petang. Rapat dihadiri antara lain oleh Menko Kesejehtaraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Agama Suryadharma Ali dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
”Meskipun secara nasional, kebutuhannya cukup. Namun, yang terjadi memang ada daerah yang kelebihan guru dan di daerah lainnya, terutama daerah terpencil, justru mengalami ketimpangan guru,” tandas Nuh.
Nuh mencontohkan, jumlah guru seluruhnya mencapai 2,6 juta orang. Namun, di daerah terpencil, justru terjadi defisit sampai 50-60 persen jumlah guru. ”Padahal, di tingkat nasional ada kelebihan sampai 55 persen guru. Ini artinya secara nasional kita kelebihan guru,” ujarnya.
Akan tetapi, di tingkat provinsi, terjadi kekurangan guru sampai 21 persen dan ada provinsi lain yang kelebihan 68 persen. Ini berarti masih terjadi surplus guru.
”Di pedesaan terjadi kekurangan 37 persen dan ada desa lain yang kelebihan 52 persen guru. Sebaliknya, di daerah terpencil, hanya tersedia 17 persen guru dan daerah lain kekurangan sampai 66 persen guru,” jelas Nuh.
Dikatakan Nuh, untuk mengatasi persoalan tersebut perlu dilakukan terobosan. Salah satu terobosan yang akan ditempuh, antara lain, adalah tidak ada pengangkatan guru baru di daerah yang kelebihan guru. ”Justru guru di daerah yang surplus akan didistribusikan ulang,” kata Nuh.
Ditanya, apakah nantinya tetap akan ada pengangkatan guru baru, Nuh menjawab, ”Tetap saja ada pengangkatan guru baru untuk daerah tertentu. Akan tetapi, harus benar-benar selektif.”