Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Quo Vadis Pendidikan Karakter

Kompas.com - 24/07/2010, 15:41 WIB

Sekolah alternatif

Di tengah kerumitan pendidikan kita, sebetulnya banyak muncul ide pendidikan yang kreatif dan inovatif dari sekelompok masyarakat. Kelompok-kelompok ini tak hanya pandai mengkritik, tetapi menawarkan solusi konkret. Sebut saja kemunculan sekolah alternatif Qoryah Tayyibah (QT), Kalibening, Salatiga, yang digagas pria bernama Bahruddin.

Model pendidikan yang dipakai sekolah ini cukup unik dan revolusioner. Di sini siswa tak dibebani kurikulum sebagaimana di sekolah formal. Siswa menentukan sendiri ingin belajar apa, kemudian mencari materinya sendiri, juga mencari teman belajar pun sendirian.

Tegasnya, siswa diberi kebebasan meminati bidang apa dan mengusahakannya sendiri. Bahkan, kedudukan guru di sekolah ini nyaris tak dibutuhkan karena perannya yang kecil. Sekolah ini juga tak menerbitkan ijazah karena ijazah yang sesungguhnya adalah kompetensi yang dirasakan sendiri oleh siswa.

Sekolah ini punya laboratorium belajar sendiri yakni kehidupan nyata. Misalnya, saat petani setempat kebingungan menangani masalah hama sawah, maka siswa QT berduyun-duyun ikut memecahkan persolan itu. Kemudian diciptakanlah alat pengusir hama yang langsung bisa dipakai. Atau misalnya ada pedagang makanan yang kesulitan membuat inovasi makanan, maka siswa QT "turun gunung" membantu. Singkatnya, sebagaimana moto Buya Syafii "Alam terkembang menjadi guru". Karena itu, sekolah ini tak memiliki gedung tersendiri, melainkan terintegrasi dengan masyarakat.

Perpustakaan di sekolah ini yakni jaringan internet yang bisa dinikmati 24 jam yang langsung terhubung ke jurnal-jurnal ilmiah internasional dan perpustakaan virtual seluruh dunia. Internet inilah yang menyediakan miliaran informasi dan referensi untuk menunjang keilmuan siswa.

Berbicara karya, prestasi anak-anak QT sungguh luar biasa. Di sekolah ini, anak-anak umur belasan tahun sudah bisa buat film sendiri. Setiap akhir pekan atau akhir bulan ada pemutaran film untuk ditonton ramai-ramai. Tak hanya itu, buku-buku dari beragam disiplin ilmu karya anak-anak QT baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris telah banyak diterbitkan. Padahal, umur mereka rata- rata masih belasan tahun.

Inilah pendidikan karakter yang telah lama kita idam-idamkan. Pendidikan karakter tak melulu meliputi serangkaian teori-kebanyakan diadopsi dari Barat-yang sering kali tak sejalan dengan budaya lokal. Pendidikan karakter haruslah bermuara pada potensi lokal untuk kemudian menjalar dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa.

MUHAMMAD SAFRODIN Pemerhati Pendidikan, Tinggal di Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com